Kombinasi Dekomposer Lokal Bali Solusi Penanganan Limbah Jerami Padi

Akademisi Universitas Warmadewa Dr I Nengah Muliarta (Dok.Istimewa)

Denpasar, Balinesia.id - Kombinasi mikroba lokal Bali diharapkan dapat menjadi salah satu solusi dalam penanganan limbah Jerami padi di Bali. 

Hal itu disampaikan akademisi Fakultas Pertanian, Universitas Warmadewa (FP-Unwar) Dr. I Nengah Muliarta, usai meraih sertifikat pengakuan paten dari Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (Kemenkumham RI). Paten dengan nomor IDP000078474 didapatkan setelah menemukan komposisi mikroba perombak Jerami yang merupakan mikroba lokal Bali.

Nengah Muliarta menyebutkan, sebagai dekomposer lokal Bali karena mikroba yang berupa bakteri dan jamur yang digunakan merupakan hasil isolasi mikroba di wilayah Bali.

 

 

“Komposisi mikroba perombak Jerami atau kombinasi dekomposer lokal Bali ini terdiri dari Pseudomonas flourescens, Trichoderma hazianum, dan Aspergilus niger. Komposisi dekomposer ini memiliki kemampuan dalam mempercepat penguraian limbah Jerami padi” kata pria asal Klungkung yang juga Ketua Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Bali dalam keterangan tertulisnya, Sabtu 25 Desember 2021.

Dekomposer diibaratkan mahluk halusnya Bali yang berperan penting untuk mempercepat menguraikan limbah Jerami padi menjadi kompos yang dibutuhkan bagi kesuburan tanaman.

Sebagai mahluk halus karena mahluknya tidak terlihat secara mata telanjang dan hanya bisa dilihat dengan bantuan alat mikroskop.

Dalam kondisi pengomposan yang optimal, kombinasi mikroba perombak  ini mampu mendekomposisi jerami padi dalam kondisi aerob dan mampu menghasilkan kompos matang berkualitas dalam waktu 35 hari dengan pembalikan 7 hari sekali.

Komposisi mikroba perombak  lokal Bali ini masing-masing memiliki rasio perbandingan 1/3 dari total mikroba yang ditambahkan.

”Mungkin ini menjadi komposisi mikroba lokal Bali yang pertama dibuat. Tentu masih banyak kombinasi mikroba lokal Bali yang dapat dibuat untuk membantu petani mengolah limbah jerami ataupun dapat dimanfaatkan untuk menguraikan sampah” paparnya.

Dekomposer Pseudomonas flourescens diisolasi dari rhizosphere bawang merah yang ditanam di Bali, Trichoderma hazianum diisolasi dari kotoran sapi Bali dan Aspergilus niger diisolasi dari kotoran ayam Bali.

Pembuatan komposisi dekomposer diawali dengan melakukan seleksi terhadap enam komposisi dekomposer lokal.

Seleksi dilakukan dengan mengimplementasikan kombinasi dekomposer pada 100 gram jerami padi yang dicacah dengan ukuran 2-5 cm dan dikomposkan dengan waktu 3 minggu. 

Komposisi dekomposer lokal memiliki laju pengomposan paling tinggi dipilih untuk digunakan sebagai bahan penelitian dan untuk dibandingkan kemampuan dekomposisinya dengan dekomposer komersial.

Akhirnya komposisi Pseudomonas flourescens, Tricodema hazianum dan Aspergilus niger menjadi salah satu mikroba perombak dengan laju pengomposan tertinggi.

“Hasil uji eksperimen komposisi dekomposer lokal Bali pada jerami padi menghasilkan kompos jerami padi dengan kualitas sesuai standar SNI.

Komposisi mikroba ini memberikan kematangan kompos dengan rasio C/N mencapai 14,80.
 

Jerami padi masih dipandang sebagai sisa tanaman yang mengganggu proses pengolahan tanah pada sistem usahatani yang intensif. Dampaknya petani cenderung membakar jerami padi setelah proses panen.

Pembakaran jerami akan berdampak pada matinya  mikroba yang berguna dalam proses biologis, seperti perombak bahan organik, pengikat nitrogen, dan mikroba yang memiliki fungsi biologis lain.

Jerami padi merupakan potensi bahan baku lokal yang dapat diperoleh dengan mudah.

Pemanfaatan jerami dalam kaitannya untuk menyediakan hara dan bahan organik tanah dapat dilakukan dengan mengolahnya menjadi kompos.

Proses pengomposan sangat tergantung kepada aktivitas mikroorganisme dekomposer. Jerami padi merupakan salah satu bahan lignoselulosa yang tersedia melimpah di dunia.

Kombinasi mikroba yang ditemukan diharapkan juga dapat membantu mewujudkan pertanian organik di Bali.

Dengan adanya dekompeoser lokal yang dapat mempercepat pengomposan maka produksi kompos juga menjadi semakin cepat. Sehingga kebutuhan kompos untuk mewujudkan pertanian organic di Bali dapat terpenuhi.

“Kombinasi ini kan baru prototipe sehingga masih perlu proses panjang lagi agar dapat dimanfaatkan oleh petani. Perlu pengujian panjang hingga pengemasan menjadi sebuah produk” imbuhnya. (roh) ***


Related Stories