Kinerja BPH Migas Dinanti Publik Bukan Hanya Kepolisian!

Ilustrasi Pertamina (Dok. Istimewa)

Pemerintah melalui kewenangan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) perlu memanfaatkan momentum inspeksi mendadak (sidak) Kapolda Sumatera Barat, Irjen Pol Suharyono, yang memeriksa dua (2) orang petugas SPBU Tanjung Gadang, Sijunjung.

Seorang petugas pompa pada hari Rabu 22 Februari 2023 dini hari lalu. Mudah-mudahan ini menjadi razia Migas secara rutin yang kami usulkan sebelumnya untuk mengawasi jalannya kemanfaatan produk hajat hidup orang banyak ini.

Apalagi, hampir tiap tahun terjadi kelangkaan diberbagai wilayah dan beberapa Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Indonesia. Maka, kegiatan razia migas sebagaimana yang dilakukan Kepolisian Daerah (Polda) Sumatera Barat ini perlu ditindaklanjuti secara struktural demi menjaga alokasi anggaran bagi kepentingan umum atau publik tersebut serta kewibawaan pemerintahan Presiden Joko Widodo.

Alasan lain yang sangat kuat, adalah soal alokasi solar subsidi pada tahun 2023 yang semula sejumlah 15,1 juta Kilo Liter (KL) ditahun 2022 kemudian dinaikkan pemerintah menjadi 17 juta KL atau naik sejumlah 1,9 juta KL (12,58%).

Dengan nilai total subsidi yang juga kembali ditambahkan sejumlah Rp339,6 trilliun dibandingkan tahun lalu, 2022 yang hanya Rp208,9 triliun atau naik sejumlah Rp130,7 triliun. Maka dari itu, razia migas untuk mengantisipasi kejadian kelangkaan, penyimpangan dan kelebihan kuota (over kuota), khususnya solar subsidi agar tidak kembali berulang harus menjadi perhatian serius BPH Migas.


Apalagi, Presiden Joko Widodo sendiri telah berulangkali mengeluhkan soal membengkaknya alokasi dan realisasi subsidi energi bertahun-tahun dalam APBN yang faktanya justru ditemukan banyak penyimpangan.

Meskipun demikian, publik patut mengapresiasi kinerja Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) diwilayah Polda Sumbar yang melakukan proses pro justisia (tindakan hukum) atas kasus pelanggaran yang dilakukan oleh sebuah Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Kabupaten Sijunjung.

Tentu saja masyarakat berharap tindakan ini tidak hanya berhenti pada satu kasus SPBU di Sijunjung tersebut. Perlu dilakukan tindakan yang sama secara menyeluruh diwilayah hukum lain oleh Polda-Polda.

Bekerjasama dengan BPH Migas yang melakukan pengaturan dan pengawasan penyediaan dan pendistribusian BBM,  menetapkan alokasi volume BBM, menyusun sistem distribusi BBM dimaksud.

Kegiatan hukum ini memiliki landasan hukum kuat mengacu pada ketentuan Pasal 1 angka 16 dan Pasal 48 Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi sebagaimana telah diubah oleh Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2009 (PP No.30/2009) tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi, serta Peraturan Menteri ESDM Nomor 13 Tahun 2018 tentang Kegiatan Penyaluran Bahan Bakar Minyak, Bahan Bakar Gas, dan Liquefied Petroleum Gas (LPG), maka kegiatan penyaluran BBM dilaksanakan dengan ketentuan yang mengikat termasuk ke pengguna (konsumen) akhir.

Oleh karena itu, tuntutan ini tidak hanya diarahkan kepada Kepolisian oleh publik, namun juga kewenangan BPH Migas melakukan pengawasan agar masyarakat patuh taat menjalankan segala peraturan dan per-Undang-Undangan yang berada dalam otoritasnya. Tidak adil rasanya, penindakan penyimpangan BBM atau solar subsidi hanya diselesaikan dengan memenjarakan petugas SPBU yang hanya menjadi pekerja.

BPH Migas harus memberikan efek jera juga kepada pengusaha pemilik SPBU tersebut dengan memaksimalkan hukuman (punishment), yaitu *mencabut izinnya!* Kita tunggu kinerja BPH Migas melakukan tindakan pro ekonomisia pada pengusaha SPBU nya! (*)

*Defiyan Cori, Ekonom Konsitusi alumnus Universitas Gadjah Mada Yogyakarta 


Related Stories