Kenaikan Harga BBM Pertamax Turbo dan Dex Tidak Signifikan, Jenis Lain Bagaimana?

Ekonom konstitusi Defiyan Cori (Balinesia)

Oleh: Defiyan Cori
 

Fluktuasi harga minyak mentah dunia yang terjadi sejak bulan Januari Tahun 2020 sampai dengan September 2021 telah disikapi oleh Pemerintah. Presiden Joko Widodo akhirnya merevisi aturan terkait penyediaan, pendistribusian, dan harga jual eceran Bahan Bakar Minyak (BBM). Kebijakan yang mengatur harga BBM ini tercantum dalam Peraturan Presiden (Perpres) No.69 Tahun 2021 yang ditandatangani pada 3 Agustus 2021.

Menindaklanjuti itu, maka Pertamina (Persero) melalui PT. Pertamina Patra Niaga, atau Sub Holding Commercial & Trading menaikkan dua produk BBM non subsidi yakni Pertamax Turbo dan Pertamina Dex. Pertamax Turbo (RON 98) yang semula harganya Rp9.850 per liter dinaikkan menjadi Rp12.300 per liter, berarti terdapat perubahan sejumlah Rp2.450 atau sebesar hampir 25%.

Sedangkan Pertamina Dex (CN 53) mengalami kenaikan harga, dari semula harganya Rp10.200 per liter menjadi Rp 11.150 per liter yang berarti berubah sejumlah Rp950 atau hanya sebesar 9,3% saja.

Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga, SH C&T Pertamina, Putut Andriatno menjelaskan penyesuaian ini dilakukan dengan mengikuti perkembangan dari industri minyak dan gas, sementara untuk produk BBM jenis lain tidak mengalami perubahan, ketentuan ini diberlakukan per hari Sabtu, tanggal 18 September 2021.

Memang benar, bahwa penyesuaian harga ini telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku bagi BUMN Pertamina untuk melakukan perubahan harga, bahkan masih di bawah batas yang ditetapkan oleh Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM). Kebijakan tersebut tercantum dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 21 Tahun 2018 tentang Perubahan Keempat atas Permen ESDM Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perhitungan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak.

Atas kebijakan perubahan harga BBM non subsidi tersebut, maka kami menyampaikan hal-hal sebagai berikut:

1. Mengapresiasi langkah BUMN Pertamina yang telah menaikkan 2 (dua) jenis harga BBM non subsidi sebagai bagian dari tanggapan atas kenaikan harga minyak mentah dunia secara signifikan.

2. Meskipun agak terlambat, karena sebagian besar produsen atau perusahaan minyak dunia telah melakukan penyesuaian atas harga BBM retail yang dijual kepada konsumen untuk mensiasati fluktuasi harga minyak mentah dimaksud, dan oleh karena itu penyesuaian harga BBM ini menjadi masuk akal (reasonable).

3. Namun, berdasarkan perkembangan perilaku konsumen masyarakat terhadap konsumsi BBM, maka kenaikan harga yang diberlakukan pada kedua jenis BBM non subsidi, Pertamax Turbo dan Dex tidak terlalu pengaruh bagi Pertamina, sebab penggunaan terbesar konsumsi BBM berada pada jenis Pertalite dan Pertamax. Sebagai contoh, konsumsi Pertalite di wilayah Provinsi Sumatera Barat rata-rata telah mencapai 78 persen lebih, sedangkan Pertamax rata-rata mencapai 28 persen lebih. Tentu konsumen di wilayah Provinsi DKI Jakarta dan kota besar lainnya lebih mampu untuk bermigrasi ke BBM jenis Pertamax secara lebih memadai dengan tingkat pendapatan rata-rata lebih baik dibandingkan dengan daerah lain.

4. Mengacu pada ketiga hal diatas, maka sangat relevan bagi pemerintah cq. Kementerian ESDM untuk juga memperkenankan BUMN Pertamina melakukan perubahan harga pada jenis BBM Pertalite dan Pertamax sebagai bagian dari komitmen menjalankan kebijakan energi berkualitas dan bersih lingkungan. Apalagi pergeseran konsumsi BBM jenis Premium telah 90 persen beralih ke Pertalite, dan konsumsi Pertamax telah meningkat signifikan.

Hal ini untuk menjadi perhatian Presiden Republik Indonesia sebagai pengemban amanah rakyat Indonesia agar mendukung aksi korporasi Pertamina melalui kebijakan menaikkan harga BBM jenis lain.

Kenaikan harga BBM ini tentu akan berpengaruh pada kondisi keuangan Pertamina dalam mendukung pelaksanaan pembangunan energi nasional, terutama penugasan pemerintah dalam pembangunan kilang, peningkatan produksi migas atas blok terminasi yang telah diambil alih Pertamina dan kebijakan diversifikasi konsumsi energi. (*)

* Defiyan Cori, Ekonom Konstitusi alumnus Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

____________________________________________

Kolom Opini Balinesia.id dihadirkan untuk memberi ruang pada khalayak pembaca. Redaksi menerima tulisan opini dalam bentuk esai populer sepanjang 500-1000 kata yang membicarakan persoalan ekonomi, pariwisata, sosial, budaya, maupun politik, yang dapat dikirim ke email [email protected]. Isi tulisan di luar tanggungjawab redaksi.


Related Stories