"Kakawin Rāmāyana Menembus Batas Zaman": 11 Perspektif, Alirkan Beragam Kearifan

Tangkapan layar Rembug Sastra Purnama Bhadrawada, Minggu, 22 Agustus 2021 malam. (Balinesia/jpd)

Denpasar, Balinesia.id - Rembug Sastra Purnama Bhadrawada memperingati HUT ke-38 pada bulan Agustus 2021 ini. Sebagai perayaan atas eksistensinya selama 38 tahun, diskusi akbar dilaksanakan dengan melibatkan 11 orang pemantik.

Seperti tradisi sebelum-sebelumnya, diskusi peringatan HUT ke-38 Rembug Sastra Purnama Bhadrawada yang digelar Minggu, 22 Agustus 2021 malam seca khusus membincangkan epos besar Ramayana. Adapun tema besar yang diambil adalah "Kakawin Rāmāyana Menembus Batas Zaman".

Menariknya, para pemantik yang ambil bagian dalam diskusi tersebut sangat beragam, mulai dari sekaliber rektor hingga mahasiswa sarjana. Ada pula yang berasal dari kalangan budayawan, sastrawan, penulis, hingga wartawan. Selain itu, materi-materi yang dihadirkan juga sangat beragam, mulai dari persoalan etis hidup, politik, ekologi, hingga feminisme.

        Baca Juga:

Akademisi Politeknik Negeri Bali, IBP Suamba pada kesempatan tersebut membawakan makalah berjudul “Ajaran Moral dalam Kakawin Ramayana”, sedangkan akademisi Universitas Udayana, Putu Eka Guna Yasa tampil dengan makalah “Busana Sejati Pemimpin Negeri dalam Kakawin Ramayana”.

Sebagai perwakilan perempuan, Penyuluh Bahasa Bali, Luh Yesi Candrika mengupas entitas Kakawin Rāmāyana melalui makalah “Figur Kekayi dalam Ramayana: Menelusuri Jejak Peran Perempuan dalam Politik”, sementara I Dewa Gede Dharma Permana menjelaskan materi berjudul “Pesan Pendidikan dan Moral dalam Ramayana Uttarakanda".

Akademisi STAHN Mpu Kuturan Singaraja, I Wayan Juliana mempersembahkan tarpana sastra kepada rembug yang dijuluki sebagai "universitas" itu melalui makalah berjudul “Wisrawa dan Sukesi: Antara Keteguhan dan Godaan”. Sedangkan, wartawan, IK Eriadi Ariana (Jero Penyarikan Duuran Batur) menjejak keberadaan konsep sad kreti melalui makalah “Citra Sad Kreti dalam Kakawin Ramayana”.

Budayawan Bali, I Wayan Westa membicarakan persoalan nasionalisme melalui makalah “Nasionalisme: Kumbakarna versus Wibhisana dalam Kakawin Ramayana", sedangkan akademisi Universitas Udayana, IDG Windhu Sancaya mempresentasikan makalah berjudul “Konsep Gunamantha Sang Dasarata dalam Kakawin Ramayana”.

Penulis dan praktisi tantra, Putu Adhi Ariawan menyajikan materi berjudil “Aspek Tantra dan Cinta Rawana dalam Kakawin Ramayana.” Kemudian, mahasiswa Sastra Bali Universitas Udayana, I Made Santika membicarakan “Putra Sasana dalam Kakawin Ramayana”. Terakhir,  Rektor ISBI Tanah Papua, I Dewa Ketut Wicaksana menyajikan “Kakawin Ramayana sebagai Sumber Lakon Wayang Kulit di Bali”.

Materi-materi yang disampaikan para pemantik tampak mendapat respons yang baik dari peserta. Sepanjang diskusi berjalan, tak kurang 150 orang sempat bergabung dalam ruangan diskusi daring itu.

     Baca Juga:


Cermin Hidup Sepanjang Masa

Rembug Sastra Purnama Bhadrawada, 22 Agustus 2021 juga spesial dengan kehadiran inisiator rembug tersebut, IBG Agastia. Sesepuh rembug yang konsisten menggelar diskusi setiap purnama ini membuka acara dengan menceritakan asal mula diskusi sastra dan budaya yang biasanya digelar di Pura Jagatnata Denpasar tersebut.

Ia menuturkan, rembug sastra itu pertama kali digelar pada hari Purnama Bhadrawada atau Sasih Karo, bulan Agustus 1983. Kakawin Ramayana menjadi inspirasi dari lahirnya diskusi tersebut, termasuk namanya "Bhadrawada" diambil dari epilog kakawin tertua di Nusantara ini.

Dikatakan, penghormatan yang diberikan para pemimpin dunia itu berbanding terbalik dengan masyarakat Indonesia, khususnya Bali yang sejatinya sebagai pewaris. Masyarakat Bali lebih banyak menyimpannya sebagai sesuatu yang "keramat" dan jarang dibaca.
"Kita sendiri yang mewarisi dan berada di tempat tidur kita, namun kita tidak baca," ucapnya.

       Baca Juga:

Akhirnya, berpijak pada kondisi itu, pihaknya mulai merancang diskusi sastra dan agama yang melibatkan para mahasiswa di dua institusi tempatnya mengajar, yakni Universitas Udayana dan Universitas Dwijendra. "Nama bhadrawada muncul dari epilog Kakawin Ramayana, '...ngka n Ramayana bhadrawada nira mogha mawangi rumesep teke hati, byaktawas ucapanta ring julung adhomukha pinaka nimitta ning lepas' yang akhirnya terus berjalan dengan konsisten tiap purnama," tuturnya.

Menurutnya, Kakawin Ramayana adalah sastra adiluhung yang banyak menyimpan kearifan. Nilai-nilainya terus menurun melintasi samudera zaman. Fragmen-fragmennya yang epik telah terpahat sebagai relief di Candi Prambanan, menjadi inspirasi dari lukisan Kamasan, bahkan hingga kini telah merambah ruang virtual.

“Kakawin Ramayana sampai sekarang masih disenangi dan digemari oleh sebab itu kita tidak henti-hentinya membahas ini," katanya berharap generasi muda Bali dapat menimba sari-sari kearifan dari kakawin tersebut. jpd

Editor: E. Ariana

Related Stories