Bali Community
Jebolan Swiss Gebrak Dunia Kuliner Karangasem
Karangasem, Balinesia.id - Sebuah even kuliner digelar di kota paling timur Bali: Amlapura, akhir pekan lalu. Gerakan bernama “Food Culture” diinisiasi oleh pengusaha muda jebolan perguruan tinggi di Swiss, I Wayan Kawayasa, B.A., B.IB.
Kawayasa adalah lulusan Cesar Ritz Colleges Switzerland. Ketika pandemi memporak-porandakan kestabilan dunia, ia justru dengan berani membuka usaha kuliner bernama Warung Batas Kota. Seperti namanya, tempat kuliner ini terletak di perbatasan Kota Amlapura, Karangasem, tepat di sebelah gapura.
Menariknya, dalam perjalanan membuka spot kuliner di “Kota Asem” ini, sejak Desember 2020, ia beberapa kali berupaya menggelar acara yang jadi wahana masyarakat, khususnya kaula muda berinteraksi. “Saya sempat gagas kompetisi pada bulan Desember 2020 dan di bulan Februari 2021, namun harus di-cancel karena situasi belum mendukung,” katanya.
Meski banyak di antara acara itu akhirnya batal digelar atau ditunda karena kondisi sosial di tengah pandemi yang tidak terlalu mendukung, ia akhirnya berhasil menggelar “Food Culture”. Event ini pun dikonsep sebagai cara mengenalkan paduan kuliner lokal dan internasional.
“Food Culture ini adalah gebrakan kecil yang saya gagas dan bertujuan memperkenalkan kuliner dengan paduan cita rasa makanan internasional dan makanan lokal. Jadi, tanpa meninggalkan cita rasa budaya yang ada,” katanya.
Ditambahkan, sebagaimana misinya, daam kegiatan tersebut ia turut menggandeng para anak muda yang sebelumnya terdampak Covid-19. Dengan kolaborasi, ia optimistis dapat bangkit dari keterpurukan.
Sementara itu, Ketua PHRI Kabupaten Karangasem, I Wayan Kariasa, yang turut hadir dalam kegiatan itu tampak mengapresiasi apa yang dilakukan Kawayasa. Ia menilai helatan Food Culture merupakan kegiatan kreatif yang lahir dari inisiatif pemuda dalam membangkitkan ekonomi di masa pandemi.
“Ini tinggi dan inisiatif dari anak anak muda ini. Saya salut. Dengan kemajuan teknologi inovasi dan kreativitas yang tinggi, jangan takut produk kita dijiplak oleh orang lain. Jika produk kita dijiplak oleh orang lain, maka produk kita diakui, kemudian kita inovasi lagi dengan kreativutas yang baru, dan terus seperti itu, sehingga muncul inovasi baru namun di sisi lain juga harus tetap menjaga kearifan lokal,” katanya. jpd
