Indonesia Mengalami Deflasi Terparah Sejak Krismon 1998, Ternyata Ini Dampak Positif dan Negatifnya

Indonesia Deflasi Terparah Sejak Krismon 1998, Ternyata Ini Dampak Positif dan Negatifnya (trenasia.com)

JAKARTA - Indonesia mencatat angka deflasi terburuk dalam 24 tahun terakhir pada September 2024. Jika hal ini terus terjadi, maka fenomena ini berpotensi mengguncang perekonomian menjelang akhir masa pemerintahan Presiden Joko Widodo. 

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan adanya deflasi sebesar 0,12% pada September. Jumlah tersebut dilaporkan lebih besar dibandingkan deflasi yang juga terjadi pada Agustus sebesar 0,03%. Tren ini telah berlangsung selama lima bulan berturut-turut sejak Mei 2024, dengan tingkat penurunan harga barang yang terus meningkat.

Fenomena deflasi menggambarkan adanya penurunan harga barang dan jasa dalam suatu periode waktu tertentu, diukur melalui indeks harga konsumen (IHK). Deflasi sendiri merupakan kebalikan dari inflasi, di mana harga-harga meningkat. Namun, meskipun harga barang lebih rendah dapat memberikan beberapa manfaat bagi konsumen, deflasi yang berkepanjangan juga dapat membawa risiko signifikan bagi perekonomian.

Sisi Positif Deflasi: Daya Beli Meningkat

Salah satu dampak langsung dari adanya deflasi adalah peningkatan daya beli masyarakat. Turunnya harga barang dan jasa memungkinkan konsumen untuk membeli lebih banyak dengan jumlah uang yang sama, yang pada akhirnya meningkatkan kesejahteraan. 

Biaya hidup yang juga berkurang akan sangat berdampak, terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah yang sangat merasakan efek positif deflasi. Harga kebutuhan pokok yang turun meringankan beban rumah tangga di tengah tekanan ekonomi global.

Selain itu, deflasi juga mendorong masyarakat untuk lebih giat menabung. Harga yang terus menurun berpotensi memberikan harapan bagi masyarakat yang berharap nilai uang yang mereka simpan akan meningkat di masa depan, kondisi ini memberikan peluang bagi perencanaan keuangan jangka panjang yang lebih baik.

Sisi Negatif Deflasi: Ekonomi Melambat dan Utang Meningkat

Berbanding terbalik dengan keuntungan yang tampak, deflasi membawa ancaman yang tak bisa diabaikan. Penurunan harga secara terus-menerus dapat mendorong konsumen untuk menunda pembelian, karena berharap harga produk akan semakin turun.

Akibatnya, permintaan terhadap barang dan jasa menurun, kondisi ini dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi. Aktivitas ekonomi yang lesu dapat berdampak produksi, sehingga memaksa perusahaan mengurangi volume produksi hingga melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK).

Kondisi ini diperparah dengan meningkatnya beban utang. Dalam situasi deflasi, nilai riil utang meningkat karena nilai uang bertambah. Individu atau perusahaan yang memiliki utang bisa menghadapi kesulitan lebih besar dalam melunasi kewajibannya, yang pada akhirnya bisa berdampak buruk pada sistem keuangan secara keseluruhan.

Jika tren ini terus berlanjut, resesi ekonomi bisa menjadi kenyataan yang pahit. Kegiatan investasi menurun, permintaan terus lesu, dan bisnis menghadapi ketidakpastian resiko tinggi.

Penyebab Deflasi: Kelebihan Pasokan hingga Kebijakan Moneter Ketat

Deflasi yang terjadi di Indonesia pada tahun 2024 tidak terlepas dari beberapa faktor. Kelebihan pasokan barang, terutama di sektor-sektor tertentu, telah membuat harga barang turun secara signifikan. Produksi yang lebih tinggi dibandingkan dengan permintaan menyebabkan perusahaan menurunkan harga untuk menarik konsumen.

Penurunan permintaan konsumen juga menjadi faktor kunci. Ketidakpastian ekonomi, baik di dalam negeri maupun global, membuat masyarakat cenderung menahan diri untuk berbelanja. Mereka lebih memilih menabung daripada membelanjakan uang di tengah kondisi yang tidak pasti.

Kebijakan moneter ketat yang diterapkan oleh Bank Indonesia juga memainkan peran. Peningkatan suku bunga yang bertujuan untuk menjaga stabilitas nilai tukar dan inflasi. Meski bertujuan positif, kebijakan ini secara tidak langsung memperburuk kondisi deflasi yang sedang berlangsung.

Penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS turut berkontribusi pada tingkat deflasi. Barang-barang impor menjadi lebih murah, yang kemudian menekan harga domestik. Selain itu, efisiensi produksi yang semakin tinggi berkat perkembangan teknologi juga menyebabkan penurunan biaya produksi.

Menghadapi situasi deflasi yang berkepanjangan, pemerintah dan bank sentral harus mengambil langkah-langkah strategis. Meningkatkan permintaan domestik melalui kebijakan fiskal yang lebih ekspansif, memberikan insentif atau stimulus kepada sektor-sektor tertentu, dapat membantu memulihkan aktivitas ekonomi. Di sisi lain, kebijakan moneter yang lebih fleksibel mungkin perlu dipertimbangkan untuk mendorong daya beli masyarakat dan investasi.

Jika deflasi dibiarkan berlarut-larut tanpa intervensi yang tepat, risiko resesi akan semakin besar. Oleh karena itu, langkah cepat dan terukur diperlukan agar perekonomian Indonesia dapat kembali pulih dan tumbuh stabil di masa mendatang.

Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Muhammad Imam Hatami pada 02 Oct 2024 

Editor: Redaksi

Related Stories