Feature
In This Economy, Ini 4 Hal yang Harus Dilakukan Kelas Menengah
JAKARTA – Anda tentu sudah sering mendengar bahwa kelas menengah kerap disebut sebagai penopang utama perekonomian Indonesia.
Hal ini wajar, sebab struktur ekonomi Indonesia sangat bergantung pada konsumsi rumah tangga yang menyumbang sekitar 60% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Karena itu, jika daya beli kelas menengah menurun, dampaknya bisa signifikan terhadap laju pertumbuhan ekonomi.
Menurut iaei.or.id, kelas menengah menjadi tumpuan karena perannya yang beragam, yaitu sebagai konsumen yang menggerakkan permintaan domestik, investor skala kecil hingga menengah, serta motor inovasi dan kewirausahaan yang memperkuat fondasi ekonomi nasional.
Namun, di tengah kondisi yang penuh tidak kepastian, mulai kenaikan harga kebutuhan pokok hingga ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK), kelas menengah menghadapi tantangan serius dalam menjaga stabilitas keuangan.
Maka dari itu penting mengelola keuangan dengan bijak, bukan hanya untuk menjaga daya beli, tapi juga untuk menjamin ketahanan ekonomi keluarga dalam jangka panjang.
Hal-hal yang Harus Dilakukan Kelas Menengah
Dilansir dari Nasdaq, berikut yang perlu dilakukan kelas menengah di tengah ketidakpastian ekonomi:
1. Membangun Dana Darurat
Sean Babin, perencana keuangan bersertifikat (CFP) sekaligus CEO dan penasihat keuangan utama di Babin Wealth Management, menyoroti berbagai tantangan yang saat ini dihadapi kelas menengah.
Di antaranya adalah kenaikan harga rumah, biaya pengasuhan anak, biaya pendidikan, biaya kesehatan, dan harga makanan yang terus meningkat. Semua hal ini cukup memberatkan dan bisa membuat seseorang terjerat utang berbunga tinggi jika tidak siap secara finansial.
Babin menyarankan untuk memiliki dana darurat yang setara dengan pengeluaran hidup selama tiga hingga enam bulan. Jika memungkinkan untuk menyisihkan lebih banyak, lakukanlah.
Suze Orman bahkan menganjurkan memiliki dana darurat yang cukup untuk menopang kehidupan selama 12 bulan.
2. Mengurangi Pengeluaran
Babin mengamati adanya fenomena “FOMO belanja” di kalangan kelas menengah. Setelah lebih dari setahun terkunci di rumah akibat pandemi, banyak orang ingin mengejar waktu yang hilang dengan bepergian, makan di luar, menikmati pengalaman, dan membeli barang yang telah lama ditunda.
Gelombang yang disebut ‘revenge spending’ ini membuat banyak konsumen mengabaikan batas kemampuan finansial mereka. Pola pikir yang berlaku adalah pakai kartu kredit atau paylater, dan urus nanti. Namun, seiring menumpuknya tagihan, utang semakin tinggi dan dampaknya kini mulai terasa.
Kelas menengah harus menekan pengeluarannya jika ingin bertahan menghadapi tantangan ekonomi ini. Terutama, mereka perlu menyingkirkan utang kartu kredit.
Untuk menghadapi tantangan ekonomi saat ini, kelas menengah perlu menekan pengeluaran mereka, terutama dengan melunasi utang yang dimiliki.
3. Tangani Utang
Meskipun semua tahu bahwa utang kartu kredit hingga paylater itu tidak baik, seringkali kita belum menyadari seberapa berbahayanya utang ini.
Kebiasaan menggunakan kartu kredit hingga paylater pada kelas menengah memang bisa dimaklumi. Promosi dari perusahaan kartu kredit terus-menerus hadir, dan meski penghasilan seseorang tinggi, banyak yang tetap hidup dari gaji ke gaji.
“Memiliki saldo pada kartu kredit adalah kesalahan besar yang akan membuat seseorang terjebak di kelas menengah,” kata Babin.
“Miliki rencana untuk melunasi utang berbunga tinggi secepat mungkin. Mungkin harus menolak beberapa liburan keluarga atau acara malam. Butuh usaha untuk memprioritaskan pembayaran pada diri sendiri terlebih dahulu,” paparnya.
4. Investasi
Joseph Camberato, CEO National Business Capital mengatakan kelas menengah sering terjebak pada pola menabung demi stabilitas, tetapi itu kini tidak cukup. Orang kaya makin kaya karena uang mereka selalu bekerja untuk mereka. Mereka membeli aset yang nilainya meningkat seiring kenaikan harga.
“Uang mereka bekerja bahkan saat mereka tidur. Investasi menjadi ‘pekerjaan kedua’ dan fokus utama mereka. Inilah cara mereka tetap unggul dari inflasi. Jika Anda tidak berinvestasi, Anda tertinggal,” katanya.
Ingat, pasar yang bergejolak justru merupakan kesempatan baik untuk berinvestasi. Lakukan riset, tetap tenang, fokus pada jangka panjang, dan jangan menunda-nunda lagi.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.id oleh Distika Safara Setianda pada 06 Sep 2025
