Gong Kebyar Dewasa Duta Kabupaten Gianyar Suguhkan Cerita Kesatuan Nusantara, Air, dan Kepemimpinan

Penampilan Gong Kebyar Dewasa Duta Kabupaten Gianyar dalam PKB ke-44. (Balinesia.id/oka)

Denpasar, Balinesia.id - Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-44 hari ke-5 pada Kamis,16 Juni 2022 malam menyajikan tiga utsawa (parade) gong kebyar duta Kabupaten Gianyar. Salah satunya adalah Gong Kebyar Dewasa yang diwakili oleh Sekaa Gong Jenggala Gora Yowana, Desa Adat Tegallinggah, Desa Bedulu, Kecamatan Blahbatuh.

Sekaa gong kebyar itu tampil di sebelah kiri Panggung Terbuka Arda Candra Taman Budaya Bali, Denpasar. Mereka tampil dengan kostum warna hitam sebagai simbol Dewa Wisnu yang melambangkan air.

Sekaa Gong Jenggala Gora Yowana menyajikan tari kreasi “Ki Pasung Grigis” yang digarap oleh I Made Sudiasa dan I Nyoman Sunarta sebagai penata karawitan dan gerong.

Baca Juga:

Dalam sinopsisnya dijelaskan tari itu mengisahkan keteguhan, kesaktian, dan kesetiaan maha patih Ki Pasung Grigis. Ia sangat setia pada Raja Tubagus Macuet yang bergelar Sri Asta Sura Ratna Bumi Banten di Kerajaan Badahulu.

Namun, siasat Majapahit dan ambisi Gajah Mada untuk mempersatukan Nusantara membuat Ki Pasung Grigis berhasil ditawan. Menyadari akan pentingnya menyatukan Nusantara dan untuk menghindari korban yang lebih banyak dari rakyat Bali maupun Majapahit akhirnya Ki Pasung Grigis rela berkorban demi kejayaan dan kesatuan Nusantara dengan “Aku dan bumiku, aku serahkan demi satu, Nusantara”.

Sekaa Gong Jenggala Gora Yowana lalu menyuguhkan tabuh Kreasi “Mirah Banyu” yang digarap I Wayan Dibya Adi Guna. Tari ini menggambarkan Sungai Pakerisan yang melintasi wilayah Desa Adat Tegallinggah dan di sana terdapat sebuah goa mengeluarkan sumber mata air bening dan bersih. Ketika terpapar sinar matahari, air ini membias dengan banyak warna bagaikan permata nan indah yang disebut mirah. Tempat ini akhirnya disucikan sebagai tempat Pasiraman Khayangan Tiga, panglukatan sekaligus sebagai sumber irigasi dan mata air ini sebagai sumber kehidupan.

Sementara itu, sajian pamungkas Sekaa Gong Jenggala Gora Yowana yaitu sebuah fragmentari “Ki Tunjung Tutur”. Garapan seni ini mengangkat sebuah cermin pemimpin era baru yang memetik filsafat dari cerita kemuliaan bunga teratai. Meninggi mengikuti ruang, merendah untuk bersama. Keteguhan membuatnya tak terpengaruh, untuk menjadi yang lain, tetapi tetap pada pancarannya.

Petuah ini melahirkan sosok pemimpin di Puri Tojan Blahbatuh. I Gusti Gede Oka (Djelantik IX) diberikan wilayah kekuasaan di bagian selatan Danau Batur, sebelah timur Sungai Petanu, dan sebelah barat Sungai Pakerisan, oleh kakeknya Ki Gusti Panji Sakti. Ia pun dibekali sebuah pusaka yang sarat akan filsafat bernama “Ki Tunjung Tutur”.

I Gusti Gede Oka Djelantik menugaskan putranya I Gusti Gede Geso untuk menjajagi wilayah Blahbatuh bagian utara yang belum pernah dijamah, di tengah perjalan I Gusti Gede Geso bertemu dengan I Gusti Ngurah Pacung yang akan menuju Alas Bengkel. Karena kondisi jalan yang sempit maka terjadilah pertempuran hingga tak ada yang menang ataupun kalah dan ternyata keduanya memilih jalan damai.

Atas kejadian tersebut tempat ini diberi nama “Marga Sengkala” dan mereka saling bertukar selendang sebagai tanda perdamaian. I Gusti Gede Geso melanjutkan perjalanan hingga sampai di Tegal Gora, karena para pengikut beliau sangat kelelahan maka beliau memilih untuk beristirahat dan bersemedi memuja Bhatara di Pura Masceti, Keramas. Seketika muncul angin yang diikuti kepulan asap wangi dan para pengikut beliau seketika pulih kembali. Atas anugrah ini, dibangunlah sebuah pura dengan nama Pura Tegalwangi.

Suatu ketika serangan hama yang tak terkendali memorak porandakan lahan pertanian masyarakat di wilayah Tegal Gora, maka I Gusti Gede Geso memutuskan untuk membangun tapa kembali di pura Tegalwangi dan hamapun dapat dikendalikan, maka dibangunlah Pelinggih Sedan Merana dan wilayah kekuasaan beliau bernama Tegallinggah. oka

Editor: E. Ariana

Related Stories