"Ekologisme Batur", Bentuk "Pasihan Batur" selain Jejaring Air

Bincang Buku "Ekologisme Batur" serangkaian acara Sarasastra Ubud Royal Weekend, Sabtu (5/6/2021).

Gianyar, Balinesia.id - Tepat pada Hari Lingkungan Hidup Sedunia, 5 Juni 2021, Ubud Royal Weekend menyelenggarakan acara Bincang Buku Ekologisme Batur. Acara tersebut merupakan bagian dari kegiatan Sarasastra Ubud Royal Weekend.

Dua orang akademisi muda Universitas Hindu Indonesia (Unhi) dihadirkan sebagai pembedah buku karya IK Eriadi Ariana alias Jero Penyarikan Duuran Batur itu. Mereka adalah I Gusti Agung Paramita dan Cokorda Gde Bayu Putra, serta dipandu oleh Koordinator Penyuluh Bahasa Bali Kabupaten Gianyar, Ida Bagus Oka Manobhawa.

Agung Paramita yang menilai kehadiran buku tersebut sebagai wahana melahirkan "Pasihan Batur" yang baru. Pasihan Batur pada konsep dasarnya adalah jejaring subak yang berorientasi pada Pura Ulun Danu Batur, Desa Batur, Kintamani, berdasar kepada kepercayaan aliran air dari Danau Batur, danau terbesar di Bali.

"Jika pasihan Batur diartikan sebagai limpahan kasih Batur, maka buku ini adalah bentuk Pasihan Batur yang lain. Melalui perantara buku ini, aliran pengetahuan Batur sudah sampai ke luar Negara, dan mungkin sudah ke daerah-daerah lain," katanya dalam kegiatan yang disiarkan langsung dari Museum Puri Lukisan, Ubud, Gianyar, Sabtu (5/6/2021) sore.

Menurutnya, kehadiran Ekologisme Batur penting, utamanya jika ingin menyelami sistem nilai, metafisika, dan semangat sistem nilai ekologi yang dimiliki masyarakat Batur. Hal ini terjadi lantaran buku tersebut ditulis oleh seorang yang tidak hanya terlihat langsung dalam siklus praktik ritual Batur, tapi juga mencoba mengamati, berjarak pada tradisi Batur.

Lebih jauh ia menilai bahwa buku tersebut ditulis berdasarkan dua ide, yakni kebanggaan atas warisan sistem nilai dan adanya kecemasan terhadap kelangsungan sistem nilai dan ekologi di kawasan Batur.

"Pertanyaannya, masihkah ekologi menjadi isme di Batur? Bagaimana Batur menghadapi kekuatan formil di luar, kekuasaan modal dan kapital? Ini tidak dijawab oleh penulis, dan saya rasa Batur perlu menggali hal ini. Bagaimana Batur menghadapi ini dengan pengalaman yang telah ada, bukan hanya dengan praktik spiritual, namun juga contoh nyata," katanya.

Cokorda Bayu Putra, mengatakan bahwa kehadiran buku Ekologisme Batur memberi gambaran yang tegas terhadap posisi Batur sebagai hulunya Bali dalam konteks fisik dan spiritual. "Penulis dengan tugas yang diembannya sekarang sebagai seorang penyarikan berada pada posisi tidak berjarak dengan pena. Penulis sedang bertani kata di ladang pemikiran, yang nanti buahnya dapat dipetik masyarakat Bali dalam memahami Batur," ucap akademisi yang juga aktif di Yayasan Janahita Mandala Ubud ini.

Dari sudut pandang isi, buku tersebut tampak cukup tegas melakukan "penentangan" dan pemberian tafsir baru terhadap konsep-konsep yang lahir sebelumnya atau yang telah dipahami secara umum oleh masyarakat.

"Pada buku ini penulis mengatakan ketidaksepahamannya terhadap pengertian pasihan seperti penjelasan oleh seorang peneliti asing, konsep Sad Kreti, demikian juga pada konsep Pura Desa dan Puseh, juga tentang tokoh Mayadanawa yang ditafsir ulang," katanya.

Lebih jauh, dalam buku tersebut ia juga menemukan ketegasan Batur sebagai komunitas yang telah sejak lama menerapkan good governance. Hal ini dapat ditinjau dari struktur sosial-keagamaannya yang menerapkan sistem makalihan (berpasangan) sebagai bentuk dari check and ballance.

"Batur adalah komunitas yang telah menerapkan akuntabilitas sangat baik, dibuktikan melalui pelaksanaan Matiti Suara dan pelaporan keuangan Ngusaba Kadasa secara langsung di akhir pelaksanaan ngusaba itu. Ini dapat menjadi contoh bagi desa-desa yang lain di Bali," imbuhnya.

Sementara itu, Ketua Yayasan Janahita Mandala Ubud, Tjokorda Gede Agung Ichiro Sukawati, dalam sambutannya mengucapkan selamat atas terbitnya buku itu. Menurutnya, kehadiran buku tersebut telah memberi pandangan terhadap posisi Batur sebagai hulu Bali.

"Informasi yang disajikan dalam buku ini penting dibaca generasi muda, lebih-lebih pada kami, Ubud, yang secara kultural dan ekologis memiliki relasi dekat dengan Batur," tandasnya. jpd


Related Stories