Budaya
Dunia "Leteh", Umat Wajib Perkuat Kesadaran
DENPASAR – Menurut sudut pandang Siwaisme, Galungan adalah momentum bertemunya unsur Maya dan Siwa. Maya merujuk pada aspek-aspek prakerti atau unsur kasar atau kegelapan, sedangan Siwa adalah unsur purusa atau unsur halus atau kesadaran.
“Pertemuan dua unsur ini dimanifestasikan dalam wujud Sang Kala Tiga dan Sang Jaya Tiga. Pada Galunganlah keduanya bertemu pada hari yang sama. Satu merupakan simbol kekuatan negatif, sedangkan satu merupakan kekuatan positif,” kata cendekiawan Bali, Ida Bagus Putu Suamba, Selasa (15/09/2020).
Ketiga kekuatan negatif dan positif itu mulai muncul dan bertarung satu sama lain sejak Minggu hingga Selasa pada Wuku Dungulan. Pada hari Rabu, kontestasi dari keduanya ditentukan. Apakah kemudian manusia berhasil memenangkan kekuatan positif atau justru jatuh pada pengaruh kekuatan negatif. Idealnya, lanjut dosen Politeknik Negeri Bali ini, manusia sebagai mahkluk berkesadaran dapat menang atas kekuatan-kekuatan negatif, sehingga Galungan disebut sebagai hari kemenangan Dharma melawan Adharma.
“Pesan-pesan simbolis yang disampaikan melalui Hari Suci Galungan ini dapat kita gunakan untuk menyikapi wabah yang sedang menyebar saat ini,” katanya.
Dalam sudut pandang filsafat Hindu, pandemi dipandang sebagai manifestasi dari unsur Maya Tattwa. Wujudnya halus, sehingga tak kasat mata, sama gaibnya dengan Siwa Tattwa. “Ketika wabah terjadi, maka alam semesta dipandang leteh atau kotor, karena kekuatan Maya Tattwa yang lebih dominan. Untuk itulah sebaiknya kita perkuat Siwa Tattwa, perkuat kesadaran,” jelasnya.
Upaya memperkuat kesadaran maksudnya tidak mesti selalu terkait dengan hal-hal rohani. Kesadaran jasmani juga sama pantingnya, termasuk dalam suasana pandemi seperti saat ini adalah kesadaran untuk menjaga kebersihan dan kesucian, menjaga jarak, dan mematuhi protokol kesehatan yang dianjurkan pemerintah.
“Dalam aspek rohani, kita perlu meningkatkan sraddha atau kepercayaan dan bakti, kita serahkan semuanya kepada Tuhan dengan tindakan-tindakan yang berdasarkan wiweka jnana (pengetahuan dan kelogisan). Pengetahaun baik duniawi atau rohani diperlukan mengatasi hal ini,” ucapnya.
Lebih jauh, Galungan dan Kuningan yang memiliki esensi praktik Durga Puja idealnya dapat meningkatkan rasa bakti umat. Pihaknya pun mengingatkan bahwa jalan bakti sejatinya tidaklah gampang. “Ada penyerahan diri total, latihan, melihat cerita-cerita, bergaul dengan orang terlepajar bisa membantu meneningkatkan rasa bakti. Kekuatan dan keganasan virus sebagai wujud Maya Tattwa bisa diatasi dengan meningkatkan kekauatan Siwa Tattwa di dalam diri, sehingga semuanya luluh dening pangastuti,” kata Suamba.
