DP Tegaskan UU KUHP Mengancam Kemerdekaan Pers dan Demokrasi di Indonesia

Dewan Pers

Jakarta, Balinesia.id - Dewan Pers atau DP menegaskan sejumlah pasal di Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) mengancam kebebasan pers dan demokrasi di Indonesia.

RKUHP telah disetujui bersama  oleh DPR RI dan Pemerintah untuk disahkan menjadi UU KUHP dalam sidang  paripurna DPR RI, Selasa, 6 Desember 2022 di Jakarta.

Dewan Pers menyayangkan 
keputusan itu diambil dengan mengabaikan minimnya partisipasi dan masukan  masyarakat, termasuk komunitas pers.

"Mengingat masih terdapat pasal-pasal krusial  yang menjadi ancaman bagi pers dan wartawan," tegasKetua Komisi Hukum dan Perundang-Undangan Dewan Pers Arif Zulkifli melalui siaran pers Kamis (7/12/2022).

Sejumlah pasal dalam UU KUHP tersebut sungguh mengancam kehidupan  berdemokrasi di Indonesia. Kemerdekaan pers dan kebebasan berekspresi kini  menghadapi upaya pembungkaman.

Pers sebagai pilar demokrasi yang bekerja untuk  memenuhi hak masyarakat atas informasi yang bermakna akan lumpuh karena 
berhadapan dengan ancaman kriminalisasi oleh pasal-pasal UU KUHP.


Dalam demokrasi, kemerdekaan pers harus dijaga, salah satunya dengan  memastikan tidak adanya kriminalisasi terhadap wartawan. Perlindungan itu  dibutuhkan agar wartawan dapat bebas menjalankan tugasnya dalam mengawasi  (social control), melakukan kritik, koreksi, dan memberikan saran-saran terhadap halhal yang berkaitan dengan kepentingan umum untuk mencegah terjadinya 
penyalahgunaan kekuasaan.

Kemerdekaan pers terbelenggu karena UU KUHP itu  dapat menjerat wartawan dan perusahaan pers sebagai pelaku tindak pidana ketika 
menjalankan tugas jurnalistik.

Dewan Pers sebagai lembaga independen sebelumnya telah menyusun Daftar  Inventaris Masalah (DIM) RKUHP terhadap pasal-pasal krusial yang menjadi 
ancaman terhadap pers dan wartawan.


Dewan Pers juga menyarankan reformulasi  11 cluster dan 17 pasal dalam RKUHP yang berpotensi mengancam kemerdekaan 
pers, sebagai upaya mencegah kriminalisasi. Namun masukan yang telah diserahkan ke pemerintah dan DPR tidak memperoleh feedback.


Padahal, Dewan Pers juga
menyampaikan saran agar dilakukan simulasi kasus atas norma yang akan  dirumuskan.

“Kami menilai ketentuan-ketentuan yang dimuat dalam RUU KUHP yang baru  disetujui oleh Pemerintah dan DPR untuk disahkan menjadi UU KUHP itu tidak hanya  mengancam dan mencederai kemerdekaan pers, namun juga berbahaya bagi 
demokrasi, kebebasan beragama dan berkeyakinan, serta pemberantasan korupsi,” 
katanya menegaskan.

Arif menambahkan, ketentuan-ketentuan pidana pers dalam KUHP, mencederai  regulasi yang sudah diatur dalam UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Padahal unsur  penting berdemokrasi adalah dengan adanya kemerdekaan berekspresi, 
kemerdekaan berpendapat, serta kemerdekaan pers.

Dalam kehidupan yang demokratis, kemerdekaan menyampaikan pikiran dan  pendapat sesuai dengan hati nurani dan hak memperoleh informasi, merupakan hak  asasi manusia hakiki.

Dewan Pers mencatat pasal-pasal UU KUHP yang berpotensi mengkriminalisasi  wartawan dan mengancam kemerdekaan pers, kemerdekaan berpendapat, dan 
berekspresi.

Pertama Pasal 188 yang mengatur tentang tindak pidana penyebaran atau  pengembangan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme.

Kedua,  Pasal 218, Pasal 219, dan Pasal 220 yang mengatur tindak pidana  penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat Presiden dan Wakil  Presiden.

Ketiga, Pasal 240 dan Pasal 241 yang mengatur tindak pidana penghinaan terhadap 
Pemerintah.

Keempat Pasal 263 yang mengatur tindak pidana penyiaran atau penyebarluasan berita 
atau pemberitahuan bohong.

Kelima, Pasal 264 yang mengatur tindak pidana kepada setiap orang yang menyiarkan  berita yang tidak pasti, berlebih-lebihan, atau yang tidak lengkap.

Keenam,  Pasal 280 yang mengatur tentang gangguan dan penyesatan proses peradilan.

Ketujuh, Pasal 300, Pasal 301, dan Pasal 302 yang memuat tentang tindak pidana  terhadap agama dan kepercayaan.

Kedelapan Pasal 436 yang mengatur tindak pidana penghinaan ringan.  Kesembilan, Pasal 433 mengatur tindak pidana pencemaran.  Kesepuluh, Pasal 439 mengatur tindak pidana pencemaran orang mati.

"Kesebelas, Pasal 594 dan Pasal 595 mengatur tindak pidana penerbitan dan pencetakan," imbuh  Arif Zulkifli dalam keterangan tertulis bersama  Ninik Rahayu, Wakil Ketua Komisi Hukum
Dewan Pers. ***

 

Editor: Rohmat
Tags Dewan Pers RUUKUHP Bagikan

Related Stories