Budaya
Deretan Masjid Bersejarah di Yogyakarta dan Masih Digunkan Sampai Saat ini
MELIHAT Tradisi masyarakat Yogyakarta, mudah diketahui bahwa kesultanan ini telah menanamkan tradisi syiar Islam dengan sentuhan lembut sejak awal berdiri sebagai Kerajaan Mataram Islam.
Salah satu pendekatan penyebaran agama Islam adalah melalui pendirian Masjid Gedhe Kauman, di dekat Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Guna menarik simpati masyarakat ketika itu, metode lembut dalam mengenalkan Islam juga dilakukan dengan mengajak warga sekitar Keraton, yang masih menganut kepercayaan lama agar tertarik datang ke Masjid Gede Kauman. Caranya, di pintu masuk sebelah utara dan selatan masjid, Sri Sultan Hamengkubuwono I meletakkan dua buah gamelan Kiai dan Nyai Sekati.
Kedua alat musik tradisional inilah yang kemudian menjadi cikal bakal tradisi Sekaten yang masih berlangsung hingga era modern ini. Instrumen gamelan sengaja dipilih karena merupakan perangkat yang akrab dan tak asing bagi penganut animisme saat itu. Berikut deretan masjid bersejarah dan sampai saat ini masih terus digunakan :
Masjid Gede Kauman
Masjid ini mungkin masjid bersejarah paling populer di Yogyakarta. Masjid yang berdekatan dengan kompleks kraton ini dibangun sejak masa Sri Sultan Hamengkubuwono pertama, tepatnya tahun 1773.
Masjid yang merupakan masjid Raya Provinsi DI Yogyakarta ini sudah ditetapkan sebagai benda cagar budaya. Masjid Gede Kauman didirikan sebagai identitas Yogyakarta sebagai kerajaan Islam.
Sebagaimana umumnya masjid-masjid di tanah Jawa, Masjid Gedhe Kauman memiliki serambi yang berfungsi sebagai tempat pertemuan para alim ulama, tempat pengajian, dan syiar dakwah serta tempat pengadilan agama.
Halaman Masjid Gedhe Kauman cukup luas, di bagian depan dan belakang terdapat ‘pagongan’ atau tempat gamelan. Salah satu tradisi khas dari masjid ini adalah pada tiap bulan Maulid, gamelan tersebut dimainkan sebagai cara untuk menarik minat masyarakat Jawa.
Namun, jika dulu gamelan dimainkan untuk mengakrabkan masyarakat dengan nilai Islam, kini justru berbalik yakni agar masyarakat modern tetap menggemari musik tradisional. Perlu diketahui pula bahwa pertunjukan musik tradisional itu juga dilengkapi dengan kegiatan dakwah para tokoh agama Islam.
Masjid Pakualaman
Sebagaimana Masjid Gedhe Kauman, Masjid Pakualaman juga merupakan salah satu benda cagar budaya di Yogyakarta. Masjid ini termasuk masjid bersejarah yang dibangun oleh Paku Alam II pada abad XIX.
Masjid Pakulaman terletak di luar kompleks Puro, sebelah barat laut alun-alun Sewandanan. Di bagian utara Masjid ini terdapat prasasti yang menunjukkan tahun pembangunannya, yaitu Tahun Jawa 1767 atau 1839 M.
Meski begitu, di sebelah selatan masjid ini juga terdapat prasasti yang menunjukkan tahun Jawa 1783 atau 1855 M. Keberadaan dua prasasti ini disebut-sebut cukup menimbulkan perdebatan mana yang merupakan tahun awal pendirian masjid tersebut.
Masjid Kota Gede

Masjid Kota Gede diyakini merupakan Masjid tertua di Yogyakarta. Masjid ini bahkan lebih tua dari Masjid Gedhe Kauman lantaran usianya yang sudah berdiri dari tahun 1640.
Sentuhan arsitektural dan ornamen masjid ini terbilang unik. Di antaranya adalah keberadaan dua pohon beringin besar yang akan menyambut jamaah di bagian pelataran masjid.
Keunikan lainnya adalah terdapat sebuah beduk yang berusia ratusan tahun. Selain itu, sejumlah benda bersejarah dan perangkat lain di dalam masjid juga merupakan benda yang masih asli sejak awal berdirinya Masjid Kota Gede. Seluruh kekayaan sejarah ini menjadikan Masjid Kotagede memiliki kesan sejarah tersendiri.
Masjid Jami Sulthoni Plosokuning

Memang tidak sepopuper Masjid Kauman, tapi usia masjid ini cukup membuat pengunjung berdecak kagum. Masjid Jami Sulthoni Plosokuning diyakini sudah berumur 200 tahun dan merupakan salah satu masjid tertua yang dimiliki Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat.
Masjid yang terletak di jalan Plosokuning Raya Desa Minomartani, kecamatan Ngaglik, Sleman ini dibangun pada abad 19 M ketika Sultan Hamengku Buwono bertahta.
Selayaknya ciri khas Yogyakarta, bangunan masjid ini memiliki filosofi tersendiri, yaitu dibangun di empat penjuru mata angin yang menyimbolkan benteng perlindungan rohani Kraton Yogyakarta.
Sebagaimana Masjid Kauman, masjid yang juga dikenal dengan sebutan Masjid Pathok Negara ini sudah ditetapkan sebagai benda cagar budaya oleh pemerintah.
Masjid Syuhada

Masjid ini merupakan pemberian Presiden Soekarno kepada para pejuang yang bertempur di Yogyakarta. Itulah alasan mengapa masjid ini disebut sebagai Masjid Syuhada, atau para pahlawan yang gugur dengan kesyahidan (perang suci).
Sebagai simbol nasionalisme, Masjid ini memiliki 17 buah anak tangga, gapura Masjid yang membentuk angka delapan, kubah pertama sejumlah 4 buah dan kubah atas berjumlah lima. Keseluruhan angka tersebut menunjukan tanggal kemerdekaan Republik Indonesia.
Pada tahun 2002, masjid yang terletak di Kotabaru, Daerah Istimewa Yogyakarta ini ditetapkan sebagai benda cagar budaya dan menjadi tempat wisata relijius. Selain sebagai tempat ibadah, masjid yang dibangun pada 20 September 1952 tersebut kini dimakmurkan sebagai tempat pendidikan dan dakwah Islam. (*)
