Denpasar Sampaikan Lima Usulan pada Munas Perempuan untuk Perencanaan Pembangun

Peserta Musyawarah Nasional Perempuan I tahun 2023 dari Kota Denpasar secara online, Senin (17/4) (Istimewa)

Denpasar Balinesia.id - Kota Denpasar membawa lima usulan pada Musyawarah Nasional Munas Perempuan untuk Perencanaan Pembangun yang dihadiri ribuan peserta dari kaum perempuan.

Musyawarah Nasional Perempuan 
untuk Perencanaan Pembangunan berlangsung mulai Senin-Selasa 17-18 April 2023 secara online, diikuti 138 kabupaten/kota, 664 desa/kelurahan dari 31 provinsi.

Musyawarah nasional ini dilaksanakan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), dan disponsori program INKLUSI. Acara dibuka Menteri PPPA I Gusti Ayu Bintang Darmawati dari Jakarta.

Kota Denpasar mewakili Provinsi Bali, mengambil titik offline di Gedung Santhi Graha, Denpasar, menghadirkan peserta dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3A2KB), Bappeda, Dinas Sosial,  Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, perwakilan dari 43 desa/kelurahan se-Kota Denpasar, Sekolah Perempuan Kartini Desa Dauh Puri Kangin, Srikandi Dauh Puri Kaja, serta LSM Bali Sruti.

Ketua LSM Bali Sruti Luh Riniti Rahayu, menjelaskan, pihaknya juga dilibatkan dalam penyusunan usulan pra munas 13 April lalu.

"Semua perwakilan perempuan yang kami hadirkan saat pra munas merupakan representasi dari perempuan se Kota Denpasar. Kami minta masukannya untuk dijadikan usulan yang disampaikan saat musyawarah nasional," jelas Riniti.

Riniti pun merinci usulan Kota Denpasar dalam musyawarah nasional itu, di antaranya,  soal akses identitas hukum bagi kelompok terpinggirkan.

Pihaknya ingin adanya program mempermudah proses pelayanan dari pemerintah, sosialisasi secara masif sampai menjangkau masyarakat akar rumput yang tidak terjangkau di desa.

Kemudian soal akses terhadap jaminan sosial, pendidikan dan layanan kesehatan, termasuk layanan kesehatan reproduksi dan kekerasan terhadap perempuan bagi kelompok terpinggirkan.

Untuk menjawab usulan ini memerlukan perbaikan data penerima jaminan sosial agar tepat sasaran. Lalu, prosedur tepat waktu dan informasi bagi penerima manfaat, seeta papsmear masuk dalam BPJS.

Usulan poin ketiga, yakni penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap kelompok terpinggirkan, termasuk perempuan dan anak-anak serta penyandang disabilitas (nasional) .

Terhadap usulan ini, perlu adanya pengadaan/pembentukan layanan di tingkat desa , pelatihan tentang penghapusan kekerasan perempuan anak bagi kader desa, serta sosialisasi penghapusan kekerasan secara menyeluruh sampai tingkat akar rumput.

Poin keempat, pelaksanaan Undang-Undang tentang Perkawinan Anak termasuk regulasi, sistem dan proses yang dibutuhkan (penghapusan perkawinan anak).

Perempuan Denpasar berharap agar Peraturan Mahkamah Agung No.5 tentang dispensasi perkawinan anak dianulir,  kemudian adanya pelatihan calon pengantin bagi semua agama, sosialisasi dan Penerapan UU No.12 Tahun 2022 tentang TPKS.

Usulan terakhir yakni soal partisipasi kelompok terpinggirkan sebagai warganegara, termasuk dalam proses pengambilan keputusan pemerintah an.

Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan porsi pendidikan politik bagi perempuan akar rumput, peningkatan kepemimpinan perempuan tingkat desa, peningkatan partisipasi  perempuan dalam perencanaan dan pembangunan desa, dan adanya analisis gender pada setiap program di tingkat desa.

Riniti menambahkan, partisipasi dan suara perempuan-kelompok marginal benar-benar bermakna dalam Perencanaan Pembangunan Tahun 2023 adalah tahun perencanaan yang krusial karena berada di tahun politik, separuh jalan pelaksanaan SDGs dan juga harus menyusun RPJPN 2025-2045 dan RPJMN 2025-2029 dalam waktu yang bersamaan.

"Bagi perempuan dan kelompok 
marginal lainnya, momentum ini menjadi sangat penting dan berarti untuk memastikan suara dan aspirasinya tercermin secara signifikan baik dari sisi proses 
maupun substansi dari proses perencanaan pembangunan," jelas dia.

Selama ini, menurutnya, proses teknokratis perencanaan pembangunan melalui musyawarah perencanaan pembangunan berjenjang (Musrenbang) belum mampu menjangkau dan menghasilkan partisipasi bermakna/berkualitas dari kelompok-kelompok yang selama ini termarginalkan yang disebabkan oleh ketimpangan ekonomi, budaya patriarki, disabilitas, hegemoni mayoritas, dan kondisi keterkucilan geografis.

"Semoga saja usulan kota Denpasar yang dikoordinir oleh DP3AP2KB didukung LSM Bali Sruti dan KAPAL Perempuan bisa diterima di tingkat nasional," harap Riniti.***

Tags Hegemoni Bagikan

Related Stories