Baliview
Demokrasi, Tak Boleh Intervensi
DENPASAR - Demokrasi merupakan panggung kebebasan berpendapat. Dalam hal hak politik pilih-dipilih demokrasi juga memberikan kebebasan seseorang memilih secara bebas tanpa tekanan.
Demikian dinyatakan akademisi Universitas Ngurah Rai (UNR) Denpasar, Dr. I Gede Wirata, S.Sos., S.H., MAP, di Denpasar. Ia menekankan bahwa setiap warga negara memiliki hak pilih yang dilindungi undang-undang menurut azas yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
“Ketika kita bicara demokrasi, orang-orang yang memiliki hak pilih tidak bisa diintervensi. Apapun yang menjadi pilihannya adalah haknya,” katanya.
Dalam pengamatannya, golongan aparatur sipil negara (ASN) merupakan salah satu golongan yang masyarakat yang sangat rentan mengalami intervensi. Sebab, dalam praktiknya pilihan seorang ASN akhirnya terkait dengan karier di kemudian hari. Hal inilah yang membuat ASN kemudian memilih jalan untuk terjun ke politik praktis, yang dapat menghambat pelayanan terhadap masyarakat sebagaimana marwahnya.
Selain itu, dalam menyongsong Pilkada Serentak 2020 di Bali, ia mengajak agar masyarakat dapat berpikir cerdas terhadap pilihannya. Kebebasan memilih sosok yang diyakini sesuai hati nuraninya adalah perkara yang asasi. Pun, misalnya, ketika salah satu kabupaten di Bali yang tahun ini ikut menggelar pemlihan kepala daerah memunculkan kotak kosong. Masyarakat dengan kebebasan memilihnya memiliki ruang yang seluas-luasnya memilih pasangan calon atau bahkan kotak kosong.
“Masyarakat secara hukum juga memiliki hak mengkampanyekan kotak kosong itu. Namun kemudian, perlu kemudian dipertanyakan apa alasan atau motivasi seseorang memilih apalagi mengkampanyekan kotak kosong,” ucap Wirata.
Ia melanjutkan, pun seandainya kotak kosong nantinya mampu mendulang suara lebih banyak dibandingkan lawannya, hal itu akan menjadi fenomena yang sah-sah saja.
“Hanya saja, jika terjadi demikian yang rugi adalah masyarakat. Akan terjadi stagnasi pembangunan, karena seorang penjabat kepala daerah bersangkutan tidak akan memiliki kuasa seperti kepala daerah sesungguhnya. Seorang penjabat bupati kuasa dan wewenangnya tidak seperti bupati,” kata Wirata.
