Budaya
"Bhasma Stanangga”, Kolaborasi Sanggar Seni Petak Cemeng dan STAHN Mpu Kuturan
Denpasar, Balinesia.id - Kisah Sang Boma, putra Dewa Wisnu dengan Dewi Hyang Pertiwi menjadi ide utama garapan "Bhasma Stanangga" hasil karya Sanggar Seni Petak Cemeng yang berkolaborasi dengan STAHN Mpu Kuturan Singaraja.
Suguhan "Bhasma Stanangga" menjadi suguhan yang reflektif merespons Bulan Bahasa Bali 2021 "Wana Kerthi: Sabdaning Taru Mahottama". Sesolahan seni sastra itu dapat dinikmati melalui daring pada channel YouTube Disbud Prov. Bali sejak 22 Februari 2021.
Konseptor, I Putu Ardiyasa, M.Sn., mengatakan bahwa garapan tersebut tersaji melalui kolaborasi dengan penata gerak, I Gusti Ayu Desy Wahyuni, S.Sn., M.Pd.H dan Ni Wayan Juli Artiningsih, S.Sn., M.Sn.; penata tabuh oleh Kadek Bayu Indrayasa, S.Pd. M.Pd dan I Kadek Anggara Rismandika, M.Sn.; serta penata vokal, Made Reland Udayana Tangkas, S.S., M.Hum.
Tiga sastra tradisional Bali, yakni Bomakawya, Geguritan Sucita Subudi, serta Sarasamuscaya dinyatakannya menjadi sumber pijakan sastra karya berdurasi 30.2 menit itu. Karya ini menggunakan konsep garap fragmentari cinematic yang dikolaborasikan dengan garap pakeliran (wayang).
Sesolahan berpijak pada gagasan bagaimana masyarakat Baki menjaga dan melestarikan hutan sebagai warisan yang maha utama dalam kehidupan ini. "Boma lahir sebagai simbol tumbuh-tumbuhan dari persenggamaan antara Bhatara Wisnu dan Hyang Pertiwi dalam wujud raksasa. Boma diberikan anugerah kekuatan yang sakti tanpa terkalahkan oleh Bhatara Brahma untuk menguasai tiga dunia (Bhur, Bwah, Swah)," tuturnya.
Boma yang telah menerima anugerah Brahma divisualisasikan dalam wujud candi kurung. "Bentuk itu sebagai bagian dari kehidupan dan memperkuat warisan alam semesta serta agar mampu memberitahu kemahakuasaan alam semesta dengan cara menjiwai dan menstanakan spirit Boma, seperti Bhasma atau augerah Bhatara Brahma di dalam jiwa," katanya.
Ia menyebut fragmentari cinematik itu berfokus pada metode pengambilan gambar pada ekspresi penari dan suasana yang dibangun dalam adegan oleh tokoh dan musik iringan. Selain itu, kesan emosional dalam seni pertunjukan yang tetap menggunakan nilai-nilai tradisi, seperti bahasa, gerak, dan busana.
"Untuk memperkuat sajian, kami juga mengemasnya dengan visual lampu dan properti sesuai dengan perkembangan seni pertunjukan," katanya. (jpd/and)
