Ekonomi & Pariwisata
Begini Cara Menetapkan Kriteria Daftar Saham Syariah
MEDAN – Indonesia adalah negara dengan penduduk muslim terbesar, potensi perkembangan ekonomi syariah pun sangat besar. Salah satu indikator pesatnya pertumbuhan ekonomi syariah bisa dilihat dari momen kebangkitan pasar
modal syariah Indonesia sejak sepuluh tahun lalu yang ditandai dengan peluncuran Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI), Fatwa DSN-MUI Nomor 80 Tahun 2011 dan Sharia Online Trading System (SOTS). Jumlah investor di pasar modal terus bertambah dalam satu dekade, diikuti semakin besarnya transaksi efek syariah.
Efek syariah terdiri atas sejumlah instrumen seperti saham, sukuk, reksa dana dan etf. Saham dan sukuk bisa dibeli dan dikelola sendiri oleh investor. Sedangkan reksa dana dan etf dikelola manajer investasi. Investor bisa membeli reksa dana melalui manajer investasi atau melalui agen penjual seperti bank dan lainnya.
"Kita fokus pada saham syariah, bagaimana investor atau manajer investasi mengetahui saham yang dipilihnya adalah saham yang memenuhi kriteria saham syariah," kata Kepala Kantor Perwakilan Bursa Efek Indonesia (BEI) Sumatera Utara Muhammad Pintor Nasution dalam siaran pers yang diterima HalloMedan.co, Senin (19/4/2021).
Aktivitas perdagangan di pasar modal diawasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Lembaga inilah yang mengumumkan Daftar Efek Syariah (DES), menyeleksi saham-saham emiten atau perusahaan publik yang sesuai dengan prinsip syariah bersama Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI).
DES diterbitkan OJK sebanyak dua kali dalam setahun atau setiap semester. Penetapan efek syariah ini, dilakukan berdasarkan beberapa kriteria, mulai dari kegiatan usaha, rasio utang berbasis bunga dan riba terhadap aset sampai rasio persentase pendapatan non-halal terhadap total pendapatan.
Pada 2007, Bapepam-LK menerbitkan Peraturan Bapepam dan LK Nomor II.K.1 tentang Kriteria dan Penerbitan Daftar Efek Syariah yang diikuti peluncuran DES pertama kali. Ketika itu, rasio keuangan yang dipakai adalah rasio utang berbasis bunga atau riba terhadap ekuitas yang toleransinya tidak boleh lebih dari 82 persen.
Selanjutnya pada 2012, dilakukan perubahan terhadap kriteria tersebut dengan terbitnya Keputusan Ketua Bapepam dan LK Nomor: KEP-208/BL/2012. Rasio utang terhadap ekuitas diganti menjadi rasio utang terhadap aset dan berlaku hingga saat ini. Persentase rasionya juga berubah. Saat ini kriteria screening saham syariah adalah rasio utang berbasis bunga atau riba terhadap aset tidak boleh lebih dari 45 persen.
"Kegiatan emiten tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan pendapatan non-halal terhadap total pendapatan tidak boleh lebih dari sepuluh persen," kata Pintor.
Screening saham untuk penerbitan DES melewati dua tahap. Pertama, dilakukan terhadap kegiatan usaha emiten, apakah bertentangan dengan prinsip syariah atau tidak. Kegiatan usaha yang dikategorikan efek syariah adalah tidak di bidang
perjudian, kegiatan perdagangan yang dilarang, jual beli risiko yang mengandung unsur ketidakpastian, perdagangan barang haram, transaksi yang mengandung unsur suap dan jasa keuangan ribawi.
"Jika tidak melakukan kegiatan-kegiatan tersebut, emiten lulus seleksi tahap awal," ucapnya.
Kedua, analisis rasio keuangan perusahaan. Tahap ini, emiten yang memiliki usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah diseleksi kembali total utang berbasis bunga atau riba dibandingkan total asetnya yaitu tidak boleh melebihi 45 persen. Selain itu, total pendapatan non-halal dibandingkan dengan total pendapatan seluruhnya tidak boleh melebihi sepuluh persen. Apabila emiten memenuhi semua kriteria tersebut, maka sahamnya masuk daftar efek syariah yang diterbitkan OJK.
Pada saham syariah yang dikelola manajer investasi, selain portofolio, reksa dana harus sesuai dengan syariah juga terdapat mekanisme cleansing. Mekanisme cleansing diatur dalam POJK Nomor 33/POJK.04/2019 tentang Penerbitan dan Persyaratan Reksa Dana Syariah.
Beleid tersebut mengatur pemisahan dana non-halal melalui penjualan efek yang sudah tidak lagi syariah di dalam portofolio reksa dana syariah. Apabila dalam waktu lebih dari sepuluh hari efek tersebut belum terjual, maka selisih harga penjualan tidak boleh diakui sebagai keuntungan capital gain, melainkan harus dialokasikan menjadi dana sosial.
"Selain itu, mekanisme cleansing ini tidak hanya dilakukan atas dasar kedua kondisi di atas. Tetapi juga pemisahan harta non-halal dari unsur bunga dalam penyimpanan rekening investasi syariah di bank kustodian dan pendapatan nonhalal lainnya," pungkas Pintor. (Me1)