Ekonomi & Pariwisata
Bali Empat Bulan Berturut-turut Alami Deflasi
DENPASAR – Provinsi Bali tercatat kembali mengalami deflasi pada bulan Oktober 2020. Angka deflasi pada bulan ini sebesar 0,24 persen menurut hitungan bulan per bulan.
“Bali mengalami deflasi selama empat bulan berturut-turut sejak bulan Juli 2020 sampai dengan Oktober 2020. Jika dihitung selama 10 bulan terakhir, Bali mengalami deflasi sebanyak enam kali,” kata Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali, Trisno Nugroho.
Selanjutnya, secara tahunan, inflasi Bali tercatat sebesar 0,62 persen, jauh lebih rendah dibandingkan dengan inflasi nasional yang menembus angka 1,44 persen. Pada periode ini, penurunan harga paling signifikan tercatat pada kelompok barang inflasi inti (core inflation) dan kelompok barang yang diatur pemerintah (administered prices). Sementara itu, kelompok barang bergejolak (volatile food) terpantau mengalami kenaikan harga.
Kelompok barang core inflation pada bulan Oktober mencatat deflasi sebesar 0,31 persen, turun dibandingkan dengan bulan September yang tercatat inflasi sebesar 0,23 persen. Penurunan tekanan inflasi ini terjadi terutama pada canang sari, emas perhiasan, dan sprei.
Penyebab penurunan harga canang sari merupakan bentuk dari normalisasi harga pasca Hari Raya Galungan dan Kuningan pada September 2020. Penurunan harga emas disebabkan oleh turunnya harga emas dunia seiring dengan menguatnya mata uang safe haven. Sedangkan, penurunan harga sprei sejalan dengan menurunnya harga barang rumah tangga durasi jangka panjang yang disebabkan oleh penundaan pembelian oleh masyarakat.
“Kelompok barang administered price (AP) mencatat deflasi sebesar 0,30 persen. Kecuali di bulan Mei, sepanjang periode Januari 2020 hingga Oktober 2020, kelompok AP ini selalu mengalami deflasi,” katanya.
Penurunan harga di periode ini lebih disebabkan oleh turunnya tarif angkutan udara dan tarif listrik. Penurunan tarif angkutan udara dikarenakan adanya subsidi silang oleh pemerintah, sehingga menurunkan harga tiket pesawat. Penurunan tarif listrik juga terjadi di periode ini yang merupakan salah satu bentuk bantuan pemerintah dalam rangka meringankan perekonomian yang terdampak Covid-19.
Kelompok barang volatile food mengalami inflasi sebesar 0,14 persen, meningkat dibandingkan bulan sebelumnya yang mengalami deflasi sebesar 1,43 persen. Peningkatan harga terlihat untuk komoditas cabai merah, daging ayam ras, minyak goreng, sawi putih, dan sawi hijau.
Peningkatkan harga cabai merah disebabkan oleh tidak optimalnya panen di penghujung 2020, utamanya disebabkan oleh curah hujan yang tinggi. Selain itu, panen cabai merah di Bali juga belum mencapai puncaknya yang diperkirakan terjadi pada Desember 2020. Harga daging ayam ras naik sejalan dengan instruksi Kementerian Pertanian untuk mengurangi pasokan daging ayam ras sebagai upaya menstabilkan harga di tingkat peternak yang sudah sangat rendah. Sementara itu, peningkatan harga minyak goreng disebabkan oleh naiknya harga CPO.
“Bank Indonesia memperkirakan inflasi pada November dan Desember 2020 akan tetap rendah dan memperkirakan inflasi Bali 2020 akan berada di bawah target. Dalam upaya membantu petani karena terjadi penurunan harga di tingkat produsen, Bank Indonesia Provinsi Bali mendukung program Pasar Gotong Royong yang diinisiasi Pemerintah Provinsi Bali. Selain Pasar Gotong Royong, Bank Indonesia Provinsi Bali juga mendorong UMKM (petani) memanfaatkan digitalisasi pemasaran yang sudah tersedia di Bali,” terangnya
