7 Tips Menerapkan Gaya Hidup Slow Living di Kota yang Bising

7 Tips Menerapkan Gaya Hidup Slow Living di Kota yang Bising (Freepik/rawpixel.com)

JAKARTA – Di tengah budaya yang mengagungkan kecepatan, kesibukan, dan koneksi tanpa henti, hadir konsep slow living sebagai bentuk perlawanan sekaligus jalan keluar. Terutama bagi mereka yang hidup di kota besar, tempat yang penuh hiruk-pikuk, padat, dan bising.

Mengutip The Slow Year, slow living berarti kembali selaras dengan ritme alami kehidupan. Ini soal hadir sepenuhnya dalam keseharian, merasakan lingkungan sekitar, mendengarkan tubuh sendiri, dan menyatu dengan alur dunia yang alami.

Konsep ini menolak pandangan bahwa hidup harus selalu dikejar seakan perlombaan, dengan produktivitas sebagai satu-satunya ukuran keberhasilan. Sebaliknya, slow living mengajarkan untuk menghargai momen di antaranya, bergerak dengan kesadaran penuh, dan percaya bahwa segala sesuatu akan datang pada waktunya.

Slow living bukan berarti bermalas-malasan atau hidup tanpa ambisi, tapi menciptakan hidup yang terasa baik dari dalam ke luar.

Cara Menerapkan Slow Living di Kota

Dilansir dari Fab Luxe, berikut cara menerapkan slow living di tengah hiruk pikuk kota:

1. Atur Pagi Kamu

Mulailah hari dengan penuh niat, bukan dengan kepanikan. Alih-alih terbangun dengan suara alarm yang menusuk dan langsung memeriksa email, cobalah sesuatu yang lebih menenangkan.

Misalnya menyeruput teh herbal di balkon, menulis catatan harian, atau melakukan peregangan ringan selama 15 menit sambil mendengarkan musik lembut.

Berpakaianlah dengan kesadaran, bukan untuk pamer, melainkan sebagai bentuk penghargaan pada diri sendiri dan hidup di saat ini.

Pilih kualitas daripada kuantitas dalam lemarimu. Pakaian klasik yang rapi dengan bahan berkualitas tinggi akan memancarkan rasa percaya diri sekaligus kesederhanaan.

2. Ciptakan Ruang yang Menenangkan

Sekecil atau sebesar apa pun tempat tinggalmu, rumah tetaplah menjadi tempat berlindung. Hiasi ruang dengan warna dan tekstur yang menumbuhkan rasa damai, misalnya nuansa lembut, material alami, dan pencahayaan hangat.

Tambahkan elemen yang membantu kamu memperlambat ritme, seperti sudut khusus untuk membaca, meja kerja yang rapi tanpa barang menumpuk, atau tanaman di jendela.

Bahkan kebisingan kota bisa sedikit diredam lewat desain yang tepat, gunakan tirai, karpet, dan bantal untuk menyerap suara sekaligus menghadirkan ketenangan.

3. Tafsir Ulang Makna Produktivitas

Slow living bukan berarti malas, melainkan produktif dengan penuh kesadaran. Aturlah hari kamu sesuai dengan hal-hal yang paling penting bagi diri sendiri.

Gunakan teknologi secara bijak, sisihkan waktu istirahat, atur jadwal membalas email sekaligus, dan utamakan fokus mendalam ketimbang multitasking.

Nikmatilah waktu makan siang tanpa menatap layar. Luangkan diri berjalan keluar, mencari tempat tenang atau duduk di bangku taman.

Rasakan setiap suapan alih-alih melahapnya sambil mengikuti rapat. Biarkan kelambatan menjadi tanda bahwa kamu menghargai diri sendiri.

4. Prioritaskan Gerakan yang Penuh Kesadaran

Produktif tidak selalu berarti harus bergerak cepat dari satu tempat ke tempat lain. Cobalah menjadikan berjalan kaki sebagai bentuk meditasi.

Gunakan waktu perjalanan untuk memperhatikan sisi-sisi tenang kota, gedung-gedung, bunga yang mulai bermekaran, atau orang-orang asing yang melintas.

Pilih olahraga lembut dan anggun seperti yoga, atau pilates. Rutinitas ini membantu meningkatkan kesadaran tubuh, menurunkan tingkat stres, serta memperbaiki postur, membuat kehadiran fisikmu lebih berwibawa.

5. Kurangi Penggunaan Teknologi

Gangguan digital mungkin menjadi tantangan terbesar untuk slow living di tengah hiruk pikuk kota. Ciptakan ruang dan waktu bebas layar. Gantilah kebiasaan menggulir ponsel di tempat tidur dengan membaca buku.

6. Dukung Produk Lokal

Pilihlah merek fesyen berkonsep slow fashion, kafe lokal, produk buatan tangan, atau pasar petani daripada opsi cepat yang serba instan.

Langkah ini bukan hanya mendukung komunitas dan keberlanjutan, tetapi juga mengingatkan kita pada sentuhan manusia serta cerita di balik setiap hal yang kita konsumsi.

7. Belajar Mengatakan Tidak

Hidup dengan ritme lambat bukan berarti harus selalu berkata “ya” pada semua hal. Dan itu tidak masalah. Tolak undangan pesta yang justru menguras energi.

Jauhkan diri dari tren yang tidak sesuai dengan diri Anda. Bangun batasan, bukan sebagai tembok penghalang, melainkan sebagai gerbang yang hanya membiarkan energi yang selaras masuk.

Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.id oleh Distika Safara Setianda pada 25 Sep 2025 

Editor: Redaksi

Related Stories