18 Orang Perupa Bangli Gelar “Ritus”

BANGLI– Bangli tak selamanya sejuk. Dari balik kesejukan geografisnya, kuas-kuas para perupa mengalirkan bara warna yang panas sebagai bahasa menanggapi kebiasaan-kebiasaan hari ini.

Upaya itu ditunjukkan melalui pameran “Ritus” persembahan 18 orang perupa Bangli yang tergabung dalam Sanggar JarakBank. Sebanyak 25 bidang karya lintas genre dan ukuran disuguhkan kepada pencinta seni.

“Secara harfiah, ritus memang berarti tata cara dalam upacara keagamaan. Namun, dalam konteks pameran kami, ritus yang dimaksud adalah bagian dari kebiasaan atau rutinitas. Secara lebih luas, ritus merupakan rutinitas dalam berkarya, persembahaan, dan keikhlasan, khususnya dalam berkesenian, ritus adalah pola terstruktur dari proses berkarya,” kata Ketua Sanggar JarakBank, Made Kenak Dwi Adnya, S.Sn., M.Sn., belum lama ini.

Menurutnya, ritus merupakan ungkapan ekspresi batin yang dilandasi oleh pengalaman estetik. Hal itu pun tampak melalui setiap karya yang begitu beragam.

Dalam catatannya, Kenak menjelaskan bahwa ada beberapa penerjemahan “Ritus” oleh setiap seniman, Karya-karya Budiarta, Sang Nyoman Kaler, dan AA Gede Anom Padmanaba a.k.a JunkBabo menunjukkan karya yang berbasis pada budaya Hindu Bali.

“Budarta secara esensial menggambarkan visualisasi maprani, Sang Nyoman Kaler menghadirkan sosok penari yang sedang berhias, sedangkan JunkBabo menghadirkan sosok lembu, naga banda, dan pembakaran bade dalam sebuah prosesi ngaben yang memiliki konsepsi peleburan,” jelasnya.

Citra alam dapat dilihat melalui karya-karya Nengah Sujena, Wayan Surana, Made Kenak, Komang Padma Buana, dan Gede Angga Junawan. Sujena banyak bercerita tentang alam dengan objek-objeknya yang disederhanakan dalam bentuk deformatif yang cenderung naif. Surana dan Kenak memiliki kecendrungan yang sama dengan menjadikan Gunung Batur sebagai objek karya. Sedangkan, Padma Buana dan Angga Junawan menghadirkan objek yang selaras dengan pembangunan dan hunian di Desa Penglipuran.

“Pada karyanya ada ketakutan yang hadir di dalamnya, pesatnya laju pembangunan akan menggerus eksistensi dan menghilangkan nilai fungsi dari alam yang juga sangat dipengaruhi oleh pandemi. Sedangkan, Angga menjadikan pandemi ini sebagai perenungan untuk dapat selalu berdamai dengan keadaan,” kata Kenak.

Sementara itu, karya-karya Ketut Mayun dan Wayan Agustina berpijak pada narasi Itihasa Mahabarata. Hendrawan dan Ketut Suwitra menyajikan karya-karya abstrak.

Di sisi lain, Dewa Gede Putra Semarawidya a.k.a Bento dan I.B Triana Darmaji berupaya mengeksplorasi tubuh ke dalam karya-karyanya. “Melalui gestur mereka mengisyaratkan sebuah kandungan makna di dalamnya,” imbuhnya

Agar dapat dinikmati ke publik, Sanggar JarakBank “menghidangkan” karya-karyanya dalam video berdurasi 30 menit yang diunggah dalam channel YouTube Dinas Kebudayaan Bali sebagai satu sari program pentas (pameran) virtual yang digagas. Karya-karya perupa ini  juga dipamerkan di Ton City, Jalan Imam Bonjol, Denpasar.

Komunitas Jarakbank merupakan wadah berekspresi bagi para seniman Bangli, yakni A.A Gd Bagus Ardhana (pembina,), Made Kenak Dwi Adnyana (ketua), A.A Gd Anom Padmanaba (wakil ketua), Putu Budarta (sekretaris), Tien Hong (bendahara), Nengah Sujena, Ketut Suwitra, Dewa Gede Putra Semarawidya, Sang Ny Kaler Sutama, Yudianto, Wayan Surana, Gede Angga Junawan Putra, Komang Padma Buana, Ketut Mayun, Wayan Agustina, dan I.B Triana Darmaji. Pada project “Ritus” Sanggar Jarakbank didukung oleh IK Eriadi Ariana (Jero Penyarikan Duuran Batur) dan  Luh Wanda Putri sebagai narator.

Bagikan
Bambang Susilo

Bambang Susilo

Lihat semua artikel

Related Stories