Fenomena Unik di Jepang: Suami Cari Nafkah, Istri Jadi Investor dan Trader Keluarga

Fenomena Unik di Jepang: Suami Cari Nafkah, Istri Jadi Investor dan Trader Keluarga (Ilustrasi OpenAI)

JAKARTA - Di Jepang, terdapat fenomena unik dalam pengelolaan keuangan rumah tangga yang kerap menarik perhatian dunia. Dalam banyak keluarga, suami berperan sebagai pencari nafkah utama, sementara istri memegang kendali penuh atas urusan finansial, mulai dari tabungan, investasi, hingga aktivitas trading.

Pola ini sebenarnya bukan hal baru. Tradisinya berakar dari kebiasaan lama ketika seluruh gaji suami diserahkan kepada istri, sementara suami hanya menerima okozukai atau uang saku bulanan. Menurut survei “Salaryman Pocket Money” dari Shinsei Bank, praktik tersebut masih berlangsung di banyak rumah tangga Jepang hingga kini.

Selain itu, survei Meiji Yasuda yang dilansir Nippon.com juga mengungkap bahwa mayoritas keluarga Jepang menempatkan istri sebagai “pemimpin rumah tangga” dalam urusan finansial. Dengan demikian, peran istri tidak hanya sebatas pengatur anggaran, tetapi juga penentu arah dalam keputusan investasi.

Dari Kakeibo ke Investasi: Evolusi Peran Istri di Jepang

Budaya mengelola keuangan rumah tangga di Jepang sudah lama dikenal dengan istilah kakeibo — metode pencatatan keuangan manual yang mengajarkan penghematan dan disiplin finansial sejak awal 1900-an. Metode ini memperkuat peran istri sebagai “CFO” keluarga.

Namun, di era modern, banyak istri Jepang yang mulai melangkah lebih jauh. Alih-alih hanya menabung di rekening bank dengan bunga mendekati nol, mereka mulai mengelola dana rumah tangga untuk investasi saham, reksa dana, hingga trading valuta asing (forex).

Fenomena ini populer di dunia internasional dengan sebutan “Mrs. Watanabe”, istilah untuk investor ritel Jepang (awalnya merujuk pada ibu rumah tangga) yang aktif di pasar keuangan global.

Baca Juga: 7 YouTuber Keuangan Indonesia yang Jadi Favorit Gen Z, dari Nabung hingga Investasi Saham

Data yang Menggambarkan Tren Ini

Suku bunga rendah di Jepang mendorong pencarian imbal hasil di luar deposito.

Menurut data Bank of Japan, volume trading valas ritel Jepang pada 2022 menembus lebih dari 10 kuadriliun yen — angka yang mencerminkan tingginya partisipasi investor individu.

Laporan Bank for International Settlements (BIS) mencatat bahwa aktivitas carry trade yang sering dilakukan investor ritel Jepang bisa memicu gejolak pasar global saat tren berbalik.

Dengan kendali penuh atas arus kas keluarga, banyak istri yang memanfaatkan penghasilan suami untuk membangun portofolio investasi, bahkan mengambil posisi trading berisiko demi peluang keuntungan lebih tinggi.

Mengapa Peran Ini Terbentuk?

Ada beberapa faktor utama yang membuat peran “istri sebagai investor” kuat di Jepang:

  • Budaya & Norma Sosial – Tradisi lama menempatkan istri sebagai pengatur keuangan keluarga.
  • Struktur Kerja Suami – Jam kerja panjang dan budaya kerja intensif membuat suami fokus mencari nafkah, bukan mengelola investasi.
  • Lingkungan Suku Bunga Rendah – Memicu pergeseran dari tabungan konvensional ke instrumen berimbal hasil lebih tinggi.
  • Akses Teknologi Finansial – Platform trading online memudahkan siapa pun untuk bertransaksi dari rumah.

Risiko di Balik Kesempatan

Meski banyak kisah sukses, fenomena ini juga menyimpan risiko. Trading dengan leverage tinggi, terutama di pasar forex, bisa mengakibatkan kerugian besar dalam waktu singkat. BIS mencatat bahwa carry trade dapat berbalik arah secara tiba-tiba, mengguncang pasar dan portofolio investor ritel.

Karena itu, literasi keuangan, manajemen risiko, dan diversifikasi aset menjadi hal yang wajib dipahami, apalagi jika dana yang digunakan adalah penghasilan utama keluarga.

Fenomena di Jepang ini menunjukkan bahwa peran gender dalam keuangan rumah tangga bisa sangat berbeda di setiap budaya. Di Negeri Sakura, kendali finansial di tangan istri justru membuka peluang bagi mereka untuk berperan aktif di pasar global.

Namun, seperti investasi pada umumnya, potensi keuntungan datang bersama risiko. Jadi, terlepas dari siapa yang memegang kendali keuangan, pengetahuan dan perencanaan tetap menjadi kunci.

Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.id oleh Idham Nur Indrajaya pada 16 Aug 2025 

Editor: Redaksi

Related Stories