Investor
Jumat, 05 Juli 2024 13:04 WIB
Penulis:Redaksi
Editor:Redaksi
BEIJING - China saat ini dikabarkan tengah mengalami kapasitas produksi yang berlebih, hal ini terjadi karena beberapa faktor utama.
Pertama, biaya tenaga kerja yang rendah di China mendorong perusahaan untuk mendirikan pabrik di sana, sehingga menghasilkan produksi massal dengan biaya yang lebih murah.
Selain itu, kebijakan pemerintah China memberikan berbagai insentif dan kemudahan bagi perusahaan yang berinvestasi di sektor manufaktur, sehingga meningkatkan kapasitas produksi secara signifikan.
Akses ke pasar domestik yang luas dan perannya sebagai eksportir utama ke berbagai negara juga mendorong produksi yang besar.
Persaingan domestik yang ketat di China memacu perusahaan untuk terus berinovasi dan meningkatkan efisiensi produksi, hal tersebut menyebabkan kelebihan pasokan barang di pasar domestik China.
Situasi ini memaksa China untuk menjual produknya yang melimpah ke pasar global. Dengan tujuan memastikan produk-produk ini cepat terjual, China sering kali melakukan praktik dumping, yaitu menjual barang-barang dengan harga lebih rendah dari harga pasar di negara-negara lain.
Praktik ini dilakukan untuk mengosongkan persediaan yang berlebih dan menjaga kelangsungan produksi di dalam negeri. Akibatnya, negara-negara tujuan ekspor, seperti Indonesia, dibanjiri oleh produk-produk China yang murah.
Selain itu, perang dagang antara China dan Amerika Serikat menghambat ekspor China ke Amerika Serikat, hal tersebut mendorong China mencari pasar alternatif lain seperti Indonesia.
Permintaan konsumen di Indonesia yang tinggi, didorong oleh populasi besar dan kelas menengah yang berkembang, membuat pasar ini menarik bagi China.
Barang-barang China yang umumnya lebih murah dibandingkan produk dari negara lain menjadi pilihan bagi konsumen Indonesia, terutama bagi mereka dengan daya beli rendah.
Meskipun ada persepsi kualitas yang bervariasi, produk China umumnya dianggap memiliki kualitas yang baik, memperkuat permintaan di pasar Indonesia.
Kombinasi faktor-faktor ini menyebabkan over supply di China dan mendorong dumping barang ke Indonesia.
Dilansir data BPS, pada tahun 2023, Indonesia mencatat nilai impor barang dari China sebesar US$62,18 miliar, nilai tersebut setara dengan sekitar Rp1.015,13 triliun (kurs Rp16.340).
Kontribusi impor dari China terhadap total impor Indonesia mencapai 28,02%, hal tersebut menjadi indikator ketergantungan Indonesia pada barang-barang dari negeri Tirai Bambu.
“Negara asal utama untuk komoditas yang paling banyak diimpor berturut-turut adalah China,” ungkap Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji, pada tanggal 15 Januari 2024 yang lalu.
Pada akhir tahun 2022, nilai impor Indonesia dari China mencapai US$67,72 miliar atau sekitar Rp1.106 triliun, naik 20,48% dibandingkan tahun sebelumnya.
Sementara itu, pada tahun 2021, impor dari China tercatat sebesar US$56,21 miliar atau sekitar Rp918,65 triliun.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Muhammad Imam Hatami pada 05 Jul 2024