balinesia.id

Tak Lagi Menjamin, Gelar MBA Kini Juga Sulit Mendapat Pekerjaan

Kamis, 13 Maret 2025 22:12 WIB

Penulis:Redaksi

Editor:Redaksi

Tak Lagi Menjamin, Gelar MBA Kini Juga Sulit Mendapat Pekerjaan
Tak Lagi Menjamin, Gelar MBA Kini Juga Sulit Mendapat Pekerjaan (Forbes)

JAKARTA – Kesulitan dalam mencari pekerjaan bukan hanya dialami oleh masyarakat Indonesia, tetapi juga terjadi di Amerika Serikat (AS) dengan kondisi yang lebih parah.  

Menurut laporan The Times India, terjadi penurunan signifikan dalam peluang kerja bagi lulusan MBA dari sekolah bisnis ternama di AS pada 2024. Bahkan, institusi paling prestisius pun menghadapi tantangan besar dalam menempatkan lulusannya di dunia kerja.  

Gelar MBA yang sebelumnya dianggap sebagai jalur pasti menuju kesuksesan kini tak lagi menjamin akses mudah ke pekerjaan dengan gaji tinggi. Laporan terbaru dari Bloomberg menunjukkan bahwa tingkat penyerapan tenaga kerja dari program MBA unggulan, seperti di Harvard, MIT, dan Stanford, mengalami penurunan drastis.

Laporan Bloomberg, yang menganalisis tingkat penempatan kerja di tujuh program MBA terbaik di AS, yaitu Harvard Business School, Columbia Business School, MIT Sloan School of Management, Kellogg School of Management (Northwestern University), Stanford Graduate School of Business, Booth School of Business (University of Chicago), dan Wharton School of Business (University of Pennsylvania).

Hasilnya menunjukkan bahwa tingkat penempatan kerja di ketujuh sekolah tersebut mengalami penurunan pada 2024 dibandingkan dengan 2021.

Di Harvard Business School, persentase lulusan MBA yang belum menerima tawaran pekerjaan dalam tiga bulan setelah kelulusan meningkat hampir empat kali lipat, dari 4% pada 2021 menjadi 15% pada 2024. Hal serupa juga terjadi di MIT Sloan School of Management, di mana angka tersebut naik dari 4,1% pada 2021 menjadi 15% pada 2024.

Dilansir dari MBA Watch, hampir seperempat lulusan MBA Harvard yang aktif mencari kerja tahun 2024 gagal mendapatkan pekerjaan—angka tertinggi dalam satu dekade terakhir. Padahal, dekade ini telah diwarnai dengan berbagai tantangan ekonomi dan pandemi.

Kepala pengembangan karier dan hubungan alumni di Harvard Business School Kristen Fitzpatrick mengatakan kepada The Wall Street Journal bahwa lulusan MBA juga terdampak oleh tantangan dalam pasar kerja.

“Masuk ke Harvard tidak akan menjadi pembeda,” kata Fitzpatrick, dilansir dari Enterpreneur. “Anda harus memiliki keterampilan.”

Menurut situs MBA Poets and Quants, biaya program MBA penuh waktu di sekolah ternama seperti Wharton atau Harvard dapat melebihi seperempat juta dolar.

Meski demikian, gelar ini biasanya menawarkan keuntungan investasi yang tinggi. Survei dari Graduate Management Admissions Council (GMAC) menunjukkan, pada 2024, gaji awal median lulusan MBA di perusahaan-perusahaan AS mencapai US$120.000.

Lalu, mengapa tingkat penempatan kerja menurun? Poets and Quants mencatat lebih dari 70% lulusan tahun 2022 dari Harvard, Wharton, dan Columbia Business School bekerja di sektor keuangan, konsultasi, atau teknologi. Namun, menurut The Wall Street Journal, perusahaan-perusahaan utama di industri tersebut kini mengurangi perekrutan lulusan MBA.

Sebagai contoh, firma konsultasi McKinsey mengurangi jumlah lulusan MBA yang direkrut dari Booth School of Business, University of Chicago, dari 71 mahasiswa pada 2023 menjadi 33 pada 2024, menurut The Wall Street Journal. Laporan yang sama juga menyebutkan Amazon, Google, dan Microsoft turut mengurangi target perekrutan lulusan MBA.

Di seluruh sektor teknologi, para ekonom juga mengatakan kepada Business Insider bahwa perusahaan-perusahaan mempekerjakan lebih sedikit lulusan MBA karena mereka lebih banyak berinvestasi dalam kecerdasan buatan.

PHK di Meta, Microsoft, dan Google awal tahun ini menunjukkan perusahaan-perusahaan teknologi besar melakukan pemotongan biaya sementara juga mengalokasikan miliaran dolar untuk investasi AI.

Adapun, dilansir dari Forbes, tingkat pengangguran di AS telah mendekati titik terendah, dan banyak perusahaan melaporkan kekurangan tenaga kerja di berbagai industri. Namun, situasinya lebih kompleks. Pembekuan perekrutan di sektor teknologi dan keuangan telah menimbulkan dampak yang lebih besar terhadap lulusan MBA dari sekolah-sekolah ternama.

Sebagian masalah ini disebabkan oleh perkembangan tenaga kerja yang cepat. Pandemi mempercepat tren seperti otomatisasi, kerja jarak jauh, dan model pekerjaan berbasis gig.

Perusahaan kini meninjau kembali struktur organisasi mereka dengan berfokus pada tim yang lebih ramping serta lebih mengutamakan keterampilan teknis spesifik dibandingkan pengetahuan bisnis yang bersifat umum.

Meskipun program MBA tradisional tetap berharga, kurikulumnya mungkin tidak selalu selaras dengan prioritas baru ini.

Selain itu, munculnya jalur pendidikan alternatif seperti bootcamp coding dan sertifikasi khusus telah menciptakan persaingan yang lebih seimbang. Perusahaan kini semakin mengakui nilai dari kredensial non-tradisional, yang menantang dominasi gelar MBA.

Kemajuan dalam kecerdasan buatan (AI) dan otomatisasi diperkirakan akan menyebabkan pemutusan hubungan kerja secara besar-besaran serta penghapusan banyak posisi di Wall Street—yang selama ini menjadi lahan utama bagi lulusan MBA di bidang keuangan.

Menurut survei Bloomberg Intelligence yang melibatkan perusahaan besar seperti Citigroup, JP Morgan Chase, dan Goldman Sachs, pekerjaan di bidang operasional menjadi yang paling berisiko terdampak, sebagaimana dilaporkan oleh Forbes.

Faktor lain yang memperumit pencarian kerja adalah meningkatnya pasar kerja tersembunyi—posisi yang tidak pernah secara resmi diiklankan. Penelitian menunjukkan bahwa hingga 80% lowongan pekerjaan terisi melalui jaringan dan referensi, bukan melalui proses lamaran tradisional.

Bagi lulusan MBA yang terbiasa mengandalkan program rekrutmen kampus, perubahan ini bisa menjadi kejutan besar.

Ancaman lain yang tidak terlihat? Perekrutan internal dan promosi karyawan.

Selama 18 bulan terakhir, posisi manajemen tingkat lanjut, termasuk jabatan eksekutif, telah dihapus dalam jumlah yang mencetak rekor—menyusutkan pasar bagi lulusan MBA secara signifikan.

Ada perbedaan antara penciptaan lapangan kerja secara keseluruhan dan kebutuhan akan keterampilan khusus lulusan MBA. Seiring dengan perampingan struktur organisasi perusahaan, pekerjaan kantoran kelas atas semakin berkurang.

Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Distika Safara Setianda pada 10 Mar 2025