balinesia.id

Taipan Vietnam Gagal Banding, Hukuman Mati Kasus Penipuan Bank Tetap Berlaku

Rabu, 04 Desember 2024 09:49 WIB

Penulis:Redaksi

Editor:Redaksi

Taipan Vietnam Gagal Banding, Hukuman Mati Kasus Penipuan Bank Tetap Berlaku
Taipan Vietnam Gagal Banding, Hukuman Mati Kasus Penipuan Bank Tetap Berlaku (Vietnam Express)

JAKARTA- Taipan properti Vietnam, Truong My Lan, gagal dalam upaya bandingnya terhadap hukuman mati yang dijatuhkan akibat perannya dalam skandal penipuan bank terbesar di dunia.

Wanita berusia 68 tahun tersebut kini berusaha mempertahankan hidupnya, karena menurut hukum Vietnam, jika ia dapat mengembalikan 75% dari uang yang dicuri, hukumannya dapat dikurangi menjadi penjara seumur hidup.

Pada bulan April 2024 pengadilan menemukan bahwa Truong My Lan secara diam-diam telah mengendalikan Saigon Commercial Bank. Pemberi pinjaman terbesar kelima di negara itu. My Lan kemudian  mengambil pinjaman dan uang tunai selama lebih dari 10 tahun melalui jaringan perusahaan cangkang. Jumlah totalnya mencapai US$44 miliar atau sekitar Rp700 triliun (kurs Rp15.900).

Dari jumlah tersebut, jaksa menyatakan US$27 miliar (sekitar Rp430 trillun) telah disalahgunakan. Sementara US$12 miliar (sekitar Rp191 triliun) dinilai telah digelapkan. Ini kejahatan keuangan paling serius yang menyebabkan dia dijatuhi hukuman mati.

Itu adalah putusan yang langka dan mengejutkan. Dia  adalah salah satu dari sedikit wanita di Vietnam yang dijatuhi hukuman mati karena kejahatan kerah putih.

Pada hari Selasa 3 Desember 2024 pengadilan mengatakan tidak ada dasar untuk mengurangi hukuman mati Truong My Lan. Namun, dia masih bisa terhindar dari hukuman mati jika dia mengembalikan US$9 miliar (sekitar Rp143 triliun).  Tiga perempat dari US$12 miliar yang digelapkannya. Ini bukan banding terakhirnya dan dia masih bisa mengajukan petisi kepada presiden untuk amnesti.

Selama persidangannya, Truong My Lan kadang-kadang menentang, tetapi dalam sidang baru-baru ini untuk bandingnya terhadap hukuman, dia lebih menyesal.

Dia mengatakan  malu karena telah menjadi beban negara, dan yang ada di pikirannya hanyalah membayar kembali apa yang telah diambilnya.

Siapa Truong My Lan?

Lahir dari keluarga Tionghoa-Vietnam di Kota Ho Chi Minh, Truong My Lan memulai kariernya sebagai pedagang kaki lima di pasar, menjual kosmetik bersama ibunya. Ia mulai membeli tanah dan properti setelah Partai Komunis memperkenalkan reformasi ekonomi pada tahun 1986. Pada tahun 1990-an, ia memiliki banyak hotel dan restoran.

Ketika ia dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman pada bulan April, ia menjabat sebagai pimpinan perusahaan real estate terkemuka, Van Thinh Phat Group. Itu adalah momen dramatis dalam kampanye antikorupsi "Blazing Furnaces" yang dipimpin oleh Sekretaris Jenderal Partai Komunis saat itu, Nguyen Phu Trong.

Seluruh terdakwa yang berjumlah 85 orang dinyatakan bersalah. Empat orang dijatuhi hukuman penjara seumur hidup, sementara sisanya -termasuk suami dan keponakan Truong My Lan- dijatuhi hukuman penjara mulai dari 20 tahun hingga tiga tahun dengan masa percobaan.

Bank Negara Vietnam diyakini telah menghabiskan miliaran dolar untuk merekapitalisasi Bank Komersial Saigon guna mencegah kepanikan perbankan yang lebih luas. Jaksa berpendapat kejahatannya "sangat besar dan belum pernah terjadi sebelumnya" dan tidak membenarkan keringanan hukuman.

Pengacara Truong My Lan mengatakan bahwa dia bekerja secepat mungkin untuk mendapatkan US$9 miliar yang dibutuhkan. Namun, menguangkan asetnya terbukti sulit. Beberapa properti mewah di Kota Ho Chi Minh yang secara teori dapat dijual dengan cepat. Lainnya berupa saham atau kepemilikan di bisnis lain atau proyek properti. 

Secara keseluruhan, negara telah mengidentifikasi lebih dari seribu aset berbeda yang terkait dengan penipuan tersebut. Aset-aset tersebut telah dibekukan oleh pihak berwenang untuk saat ini. 

Pengacaranya telah meminta keringanan hukuman dari para hakim atas dasar keuangan. Mereka mengatakan bahwa selama dia dijatuhi hukuman mati, akan sulit baginya untuk menegosiasikan harga terbaik untuk menjual aset dan investasinya. Juga akan lebih sulit baginya untuk mengumpulkan US$9 miliar.

Mereka mengatakan dia bisa mendapatkan hukuman yang jauh lebih baik jika dijatuhi hukuman seumur hidup. “Nilai total kepemilikannya sebenarnya melebihi jumlah kompensasi yang dibutuhkan,” kata pengacara Nguyen Huy Thiep kepada BBC sebelum bandingnya ditolak.

"Namun, penjualan aset-aset ini membutuhkan waktu dan upaya, karena banyak aset berupa real estate dan butuh waktu lama untuk dilikuidasi. Truong My Lan berharap pengadilan dapat menciptakan kondisi yang paling menguntungkan baginya untuk terus membayar kompensasi."

Hanya sedikit yang menduga para hakim akan tergerak oleh argumen-argumen ini. Sekarang, pada dasarnya, ia tengah berlomba dengan algojo untuk mengumpulkan dana yang ia butuhkan.

Vietnam memperlakukan hukuman mati sebagai rahasia negara. Pemerintah tidak mempublikasikan berapa banyak orang yang dijatuhi hukuman mati. Namun  kelompok hak asasi manusia mengatakan ada lebih dari 1.000 orang dan Vietnam merupakan salah satu negara dengan jumlah algojo terbesar di dunia.

Lazimnya ada penundaan yang lama, sering kali bertahun-tahun sebelum hukuman dilaksanakan, meskipun narapidana diberi pemberitahuan yang sangat sedikit. Jika Truong My Lan dapat memperoleh kembali US$9 miliar itu sebelum hal itu terjadi, nyawanya kemungkinan besar akan terselamatkan.

Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Amirudin Zuhri pada 03 Dec 2024