Bisnis
Jumat, 29 Agustus 2025 12:30 WIB
Penulis:Redaksi
Editor:Redaksi

JAKARTA - Pernahkah terpikir bahwa jiwa bisnis bisa dikenalkan sejak anak berada di usia prasekolah? Hasil sejumlah riset internasional membuktikan, berwirausaha bukan semata-mata urusan mencari uang.
Lebih jauh, ini menjadi cara melatih fungsi eksekutif, membentuk kebiasaan finansial yang sehat, mengasah kemampuan mengambil keputusan, serta menanamkan etika sejak usia dini.
Harvard University’s Center on the Developing Child menyebut masa kanak-kanak sebagai fase emas untuk mengembangkan executive function, yakni keterampilan mengendalikan diri, fokus, serta merencanakan sesuatu. Semua ini menjadi pondasi penting bagi kemampuan mengambil keputusan bisnis di masa mendatang.
Studi dari Consumer Financial Protection Bureau (CFPB) juga menemukan literasi finansial terbentuk dari tiga komponen utama: kebiasaan dan norma uang, pengetahuan & keterampilan pengambilan keputusan, serta fungsi eksekutif. Semua itu mulai berkembang sejak usia prasekolah. Artinya, semakin awal anak dilibatkan dalam aktivitas bisnis sederhana, semakin besar peluangnya untuk memiliki perilaku finansial yang sehat di masa depan.
Organisasi seperti OECD melalui riset PISA membuktikan bahwa remaja dengan literasi finansial yang baik lebih rajin menabung, pintar membandingkan harga, dan lebih bijak mengelola pengeluaran. Pendidikan kewirausahaan yang dirancang dengan pengalaman langsung (experiential learning) terbukti efektif membentuk keterampilan dan sikap wirausaha.
David Kolb, melalui Experiential Learning Theory, menjelaskan bahwa pembelajaran akan lebih kuat jika anak mengalami sendiri prosesnya—mulai dari mencoba, merefleksikan, memahami konsep, hingga menguji ulang. Dalam konteks bisnis, ini berarti memberi kesempatan anak untuk terjun langsung, bukan sekadar belajar teori.
Mengajarkan bisnis ke anak tidak berarti memaksa mereka untuk menghasilkan uang. Fokus utamanya adalah membangun mentalitas wirausaha melalui aktivitas yang sesuai tahap perkembangan.
Di tahap ini, yang terpenting adalah mengenalkan konsep pertukaran dan melatih kesabaran.
Aktivitas ini melatih kontrol diri, pemahaman nilai, dan kebiasaan keuangan positif.
Anak mulai diajak mengelola uang saku mingguan dengan catatan sederhana.
Buat jurnal “Masuk-Keluar” untuk mencatat pemasukan dan pengeluaran.
Lakukan proyek kecil seperti menjual es lilin ke tetangga dengan pendampingan. Anak belajar menghitung modal, menentukan harga, dan menghitung laba.
Baca Juga: Zaman Sudah Berubah, Berikut Sederet Pekerjaan Hybrid untuk Anak Muda
Di usia ini, anak sudah bisa memahami konsep biaya, harga, dan keuntungan.
Remaja sudah bisa melakukan riset pasar, membuat laporan sederhana, dan memikirkan strategi promosi.
Agar pembelajaran bisnis pada anak berjalan efektif, ada beberapa prinsip penting yang perlu dipegang:
Fokus pada proses, bukan profit
Target utama adalah keterampilan, seperti berani berbicara dengan pelanggan atau membuat anggaran sederhana, bukan jumlah uang yang dihasilkan.
Gunakan siklus pembelajaran pengalaman
Terapkan metode “coba → refleksi → perbaikan” di setiap proyek.
Bangun kebiasaan finansial sehat
Misalnya selalu menyisihkan sebagian pemasukan untuk tabungan atau berbagi.
Jadilah role model
Anak belajar dari contoh nyata, termasuk cara orang tua membuat keputusan finansial.
Ajarkan etika dan keamanan
Semua aktivitas harus aman, sesuai usia, dan tidak mengeksploitasi anak. Lindungi juga privasi mereka, terutama jika aktivitas dilakukan secara online.
Semua proyek ini menanamkan keterampilan nyata: manajemen modal, komunikasi, kreativitas, dan tanggung jawab.
Mengajarkan bisnis sejak dini adalah investasi jangka panjang dalam karakter, kebiasaan, dan keterampilan anak. Dengan pendekatan yang berbasis riset dari Harvard, OECD, hingga CFPB, orang tua bisa membimbing anak melewati proses belajar yang aman, menyenangkan, dan penuh manfaat.
Kalau kamu mau anak tumbuh dengan mental wirausaha, mulai dari hal kecil. Jadikan setiap proyek sebagai petualangan belajar yang seru—bukan tekanan. Ingat, tujuan akhirnya bukan melahirkan “pengusaha cilik” instan, tapi membekali mereka dengan keterampilan yang akan berguna seumur hidup.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.id oleh Idham Nur Indrajaya pada 17 Aug 2025
sebulan yang lalu