Selama PPKM, WFH di Bali Berlaku 50 Persen

Sabtu, 09 Januari 2021 03:20 WIB

Penulis:E. Ariana

Gubernur Bali, Wayan Koster, ketika mengikuti talk show Badan Nasional Penanggulangan Bencana atau BNPB, Jumat (8/1/2021)
Gubernur Bali, Wayan Koster, ketika mengikuti talk show Badan Nasional Penanggulangan Bencana atau BNPB, Jumat (8/1/2021)

DENPASAR – Gubernur Bali, Wayan Koster, akhirnya melonggarkan penerapan kerja dari rumah atau work form home (WFH) selama masa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat atau PPKM di Bali antara 11-25 Januari 2020. Selama PPKM, WFH hanya akan diberlakukan 50 persen, sedangkan 50 persen lainnya tetap menerapkan kerja dari kantor atau work from office (WFO).

Kebijakan jalan tengah itu diambil setelah melakukan koordinasi mendalam dengan Pangdam IX/Udayana, Kapolda Bali, dan Bupati/Walikota se-Bali. Awalnya, dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia No.1 Tahun 2021 Tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Untuk Pengendalian Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dinyatakan bahwa WFH akan berlaku 75 persen, sedangkan 25 persen lainnya adalah WFO.

“Terkait ketentuan penerapan WFH 75 persen untuk perkantoran, Bali memilih memberlakukan WFH 50 persen dan WFO 50 persen,” kata Koster ketika menjadi narasumber pada talk show Badan Nasional Penanggulangan Bencana atau BNPB bertema “Implementasi PPKM Jawa-Bali: Kesiapan Pemerintah Jawa Barat, Jawa Timur dan Bali” yang dilaksanakan virtual, Jumat (8/1/2021).

Selain penerapan WFH 50 persen, Pemerintah Provinsi Bali juga melonggarkan penerapan aturan jam buka operasional pusat perbelanjaan dan mall yang awalnya hingga pukul 19.00 WIB, menjadi maksimal pukul 21.00 WITA. Sementara itu, cakupan PPKM yang awalnya hanya dilaksanakan di Kota Denpasar dan Kabupaten Badung cakupannya kini diperluas di lima kabupaten/kota. “Cakupannya kami perluas pada wilayah satu jalur kawasan wisata yaitu Denpasar, Badung, Gianyar, Klungkung, dan Tabanan,” terangnya.

Ia menjelaskan, pengambilan keputusan tersebut didasarkan pada data perkembangan penyebaran pandemic Covid-19 di Bali saat ini. Menurutnya, secara kumulatif, peningkatan jumlah kasus positif dan kematian Covid-19 di Bali tidaklah terlalu banyak. Rata-rata dalam satu minggu terjadi penambahan 30 kasus baru dan tingkat kematian rata-rata di bawah 5 persen.

Selain itu, lanjutnya, ketersediaan ruang perawatan pada fasilitas kesehatan juga masih sangat cukup. Adapun rata-rata keterisian tempat tidur rumah sakit di Bali saat ini masih berada di bawah 60 persen. “Hanya satu RS (rumah sakit, red) yang keterisiannya sudah 60 persen yaitu Badung dan Denpasar (sebesar) 70 persen. Jadi, ketersediaan ruang perawatan masih aman,” katanya.

Provinsi Bali saat ini juga memiliki tempat karantina yang memadai untuk pasien OTG Covid-19. Dari sisi masyarakat ia menilai bahwa tingkat kepatuhan masyarakat terhadap protokol kesehatan sangat baik, dengan capaian kepatuhan menggunakan masker mencapai 96 persen dan kepatuhan menjaga jarak sebesar 91 persen.

Oleh karena itulah ia menilai kurang pas jika Bali disebut sebagai provinsi yang memberi kontribusi besar pada penambahan kasus positif Covid-19 secara nasional. Sebab, secara nasinoal Bali menempati peringkat 11 dalam jumlah kasus positif Covid-19. Meski demikian, pihaknya tetap berkomitmen melaksanakan Instruksi Mendagri No. 1 Tahun 2021 dengan lebih menggencarkan operasi yustisi secara komprehensif  dengan melibatkan kabupaten/kota yang didukung penuh oleh jajaran TNI/Polri.

Sementara itu, terhadap pelaku perjalanan dalam negeri atau PPDN, Koster menjelaskan bahwa merujuk SE Gubernur Bali No. 1 Tahun 2021, PPDN yang masuk ke Bali melalui jalur udara, laut, dan darat wajib menunjukkan hasil negatif uji Swab PCR atau rapid test antigen. “Kalau aturan sebelumnya kan ada perbedaan antara yang masuk melalui jalur udara dan laut/darat, sekarang kita samakan,” katanya.

Lebih jauh, layanan rapid test antigen bagi sopir kendaraan logistik yang masuk Bali juga akan digratiskan. Saat ini ia juga tengah berkoordinasi dengan ASDP dan Angkasa Pura agar penumpang umum bisa memperoleh subsidi biaya rapid test antigen. “Kita tidak ingin pengaturan ini memberi beban berat bagi masyarakat,” ucapnya.