Sastrawan di Denpasar Beri Penghormatan pada Umbu Landu Paranggi

Minggu, 11 April 2021 08:54 WIB

Penulis:E. Ariana

Salah seorang sastrawan dalam Malam Doa untuk Umbu Landu Paranggi"
Salah seorang sastrawan dalam Malam Doa untuk Umbu Landu Paranggi"

Denpasar, Balinesia.id - Kepergian sastrawan ternama Indonesia, Umbu Wulang Landu Paranggi pada Selasa (6/4/2021) menyisakan duka bagi dunia sastra di Indonesia, khususnya Bali. Di Denpasar, para kolega dan murid sang mahaguru itu menggelar acara penghormatan terakhir memperingati perjalanan hidup sang penyair.

Acara bertajuk "Malam Doa untuk Umbu Landu Paranggi" digelar di  Jatijagat Kampung Puisi (JKP), Denpasar,  Sabtu (10/4/2021) petang. Kegiatan penghormatan pada sosok yang telah berjasa pada dunia sastra itu lagelar secara luring dan daring, yakni live Instagram dan Facebook Jatijagat Kampung Puisi.

Lurah JKP Bali, Ngurah Arya Dimas Hendratno dalam sambutannya mengatakan bahwa acara tersebut dinisiasi oleh sastrawan Pranita Dewi, Moch Satrio Welang, Bonk Ava, Legu, Heri, dan Obe Marzuki, serta seniman lainnya.

Dalam ingatannya, Sang Presiden Malioboro dipandang sebagai sosok yang bisa menyatukan generasi. Melalui cara itulah nafas sastra diteruskan, beregenerasi, dan berkembang di Bali.

"Umbu menyatukan semua generasi, berharap selalu menyatu dan terus tetap menyala dan guyub itu roh dan dititipkan ke kita," ucapnya.

Perwakilan JKP, Wayan Jengki Sunarta, mengatakan Mahaguru Umbu Landu Paranggi adalah panutan bagi JKP. Sejak awal berdirinya JKP, Umbu selalu menemani dan membimbing mereka dalam berkesenian, khususnya sastra, bahkan, nama Jatijagat Kampung Puisi adalah pemberian Umbu.

 “Beliau selalu menemani dan membimbing kami dalam berkesenian, khususnya sastra. Nama Jatijagat Kampung Puisi adalah pemberian beliau. Bagi kami beliau adalah sosok tak tergantikan," ucapnya.

Atas jasa-jasanya kepada para seniman itulah mereka kemudian menggelar doa bersama sebagai penghormatan mengenang Umbu. Pihaknya pun berharap Umbu damai di alam keabadian.

"Beliau adalah tukang kebun, kami adalah taman yang isinya berbagai karakter. Kita wajib menjadi tukang kebun bagi taman kita sendiri. Warisan beliau di JKP berupaya kami teruskan bukan hanya spirit sastra berkesenian, tapi spirit menanam menciptakan taman, memunculkan benih-benih baru bidang sastra, berkesenian, sehingga terjadi regenerasi," jelas Jengki.

Kegiatan yang terbuka untuk umum itu dimulai dengan pementasan teatrikal Kardanis Muda Wijaya bertajuk "Mirage" dengan judul puisi "Umbu Wulang Landu Paranggi Lagu Tujuh Patah Kata". Setelahnya dilakukan doa bersama, pembacaan puisi, musikalisasi puisi, serta testimoni dari murid dari Mahaguru Penyair Indonesia tersebut. jpd/and