Minggu, 02 Mei 2021 18:39 WIB
Penulis:E. Ariana

Bangli, Balinesia.id – Sebanyak sembilan usulan calon nama ibukota Bangli mengemuka dalam rapat yang digelar Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI)-Majelis Desa Adat (MDA) Bangli bersama sejumlah tokoh masyarakat Bangli, Minggu (2/5/2021). Dari sembilan nama yang muncul, tiga di antaranya diunggulkan sebagai calon nama ibukota kabupaten tanpa laut satu-satunya di Bali ini.
Ketiga nama calon ibukota yang diunggulkan adalah Ranupura, Wijaya Nagari, dan Raktakarapura/Raktamalapura. Dalam forum tersebut, nama-nama ini muncul mengungguli enam nama lainnya yakni Mahamretapura/Amertapura, Singamandawa, Chintamani, Sukhapura, Prameswarapura, dan Arumpura.
Ketua PHDI Bangli, Drs. I Nyoman Sukra, didampingi Ketua MDA Bangli, Ir. Ketut Kayana, M.S., mengatakan, pihaknya berupaya responsif merespons wacana perumusan nama ibukota Bangli sempat mengemuka di Pura Kehen pada Purnama Jyestha, pekan lalu. Menurutnya, wacana tersebut cukup hangat direspons masyarakat luas, bahkan ada yang berasumsi bahwa nama ibukota sudah disiapkan untuk diumumkan pada HUT ke-817 Kota Bangli.
“Kapasitas kami mewadahi aspirasi dari semua elemen masyarakat, khususnya tokoh agama dan adat. Sebagai lembaga umat kami memiliki kewajiban menggali dan mewadahi segala macam usulan yang masuk dari masyarakat. Jadi, tidak benar wacana nama ibukota ini sudah finish, apalagi ada isu yang menyatakan harus selesai bulan ini (saat HUT ke-817 Kota Bangli, 10 Mei 2021, red),” kata Sukra.
Meski telah memunculkan sembilan nama dengan tiga di antaranya jadi unggulan, Sukra juga menegaskan bahwa pihaknya masih membuka ruang pengusulan dari berbagai komponen masyarakat terkait calon nama ibukota Kabupaten Bangli.
“Nanti semua usulan yang masuk akan kita audiensikan ke Bupati Bangli sebagai suara dari umat. Semua usulan yang sudah masuk juga disertai dasar kajian, meski sederhana,” katanya.
Sukra menjelaskan, usulan nama Ranupura muncul atas pertimbangan bentang alam Bangli yang memiliki Danau Batur. Danau ini adalah ekosistem penting bagi Bali, baik secara ekologis maupun kultural. Ranupura juga mencirikan Bangli sebagai penjaga salah satu unsur Sadkreti, yakni Ranukreti.
Selanjutnya, Mahamretapura atau Amertapura diusulkan dengan pertimbangan kedudukan Bangli yang merupakan hulu Bali. Menurut banyak sumber naskah tradisional, Bangli, khususnya kawasan Kaldera Batur, merupakan daerah resapan air penting bagi Bali, yang membangun jejaring ekologis juga kultural.
Nama Singamandawa, Chintamani, dan Wijaya Nagari muncul berdasar tinjauan sejarah Bangli di masa silam, khususnya dalam hal perdagangan. Singamandawa yang merupakan nama kerajaan Bali Kuno diduga kuat memiliki konsentrasi kekuasaan di kawasan Bangli. Singamandawa juga memiliki jejak perdagangan internasional yang diharapkan dapat memberi spirit pada pengembangan Bangli ke depan.
Chintamani memiliki pengertian sebagai tempat yang memberi kebahagiaan lahir-bathin. Nama ini mengemuka dalam Prasasti Sukawana A1 sebagai kawasan perguruan yang telah eksis di masa itu.
Nama Wijaya Nagari juga muncul dari pembacaan Prasasti Sukawana A1. Wijaya Nagari artinya kota kemenangan, atau kota yang jaya, yang unggul secara ekonomi, politik, dan kebudayaan. Wijaya sendiri muncul dari nama pasaran yang menjadi waktu berkumpulnya para pedagang dan pembeli.
Sukhapura muncul berdasarkan perjalanan sejarah Bangli pada masa pemerintahan Raja Anak Wungsu. Raja Anak Wungsu konon merupakan tokoh utama yang memindahkan pusat kerajaan dari Buleleng ke Desa Sukawana, di mana ibukotanya disebut Sukhapura.
Prameswarapura diusulkan sebagai peringatan sekaligus penghormatan Ida Bhatara Prameswara (Sri Dana Diraja Lencana) dan Sri Dana Dewi Ketu yang berhasil mengembalikan penduduk Bangli setelah ditinggalkan karena ada wabah penyakit. Tokoh ini tersurat dalam Prasasti Kehen, Bangli.
Arumpura dan Raktakarapura mengambil rujukan dari sejarah Bangli pertengahan. Arumpura merujuk pada istana Raja Bangli I, I Dewa Gede Den Bencingah. Istana yang dimaksud adalah Puri Rum, di mana kata rum berarti harum.
Sementara itu, Raktakarapura atau Raktayamalapura mengambil kisah Hyang Angga Tirtha yang kala itu dipindahkan oleh Hyang Jaya Rembat ke Puri Guliang. Dalam perjalanannya, Hyang Angga Tirtha yang masih bayi sempat ditaruh dengan beralaskan daun pucuk bang. Pucuk bang juga disebut dengan raktakara.
Rapat digelar dengan tetap menerapkan protokol kesehatan. Para peserta rapat adalah Jero Gede Batur Duhuran (Pura Ulun Danu Batur), A.A. Gede Raka (Puri Agung Bangli), I Gede Sutarya (akademisi UHN IGB Sugriwa Denpasar), Drs. I Nyoman Sukra (Ketua PHDI Bangli), Ir. I Ketut Kayana, M.S. (Ketua MDA Bangli), Jero Penyarikan Duuran Batur (Pura Ulun Danu Batur), I Wayan Wira (PHDI Bangli), I Nengah Atub (MDA Kecamatan Tembuku), dan I Wayan Budi Warnama (MDA Kecamatan Bangli). jpd