Bali
Jumat, 10 September 2021 10:47 WIB
Penulis:Rohmat
Editor:Rohmat
Denpasar, Balinesia.id - Peneliti Fakultas Pertanian Universitas Udayana, Prof. Dr. Ir. I Gede Putu Wirawan, menyatakan, secara akademis produk rekayasa genetika (PRG) sebagai bagian dari pemanfaatan bioteknologi pertanian sejalan dengan pertanian organik.
Dalam pengertian, PRG dihasilkan melalui proses biologis biasa dan hasil-hasilnya bersifat biologis organik.
Pertanian khususnya tanaman tidak membutuh input organik. Tanaman menyerap unsur-unsur yang bersifat anorganik.
Kenyataanya secara definisi pertanian organik tidak memasukan PRG.
“Jadi PRG sampai saat ini tidak masuk dalam pertanian organik. Bagi PRG yg sudah lolos semua kriteria uji termasuk uji multi lokasi, uji keamanan pangan dan pakan, kemanan hayati/ lingkungan dan sebagainya sudah dinyatakan aman dan pasti punya keunggulan tertentu” kata Wirawan.
Prof Wirawan menyampaikan itu dalam Focus Group Discussion (FGD) tentang Bioteknologi Pertanian Bagi Akademisi yang di selenggarakan secara online oleh Konsulat Jenderal Amerika Serikat (Konjen AS) di Surabaya bekerjasama dengan Universitas Udayana Bali, Universitas Jember, dan Institut Pertanian Bogor pada Kamis 9 November 2021.
Terdapat beberapa alasan yang menyebabkan tidak dimasukkannya PRG dalam definisi pertanian organik, salah satunya karena definisi pertanian organik disusun oleh orang-orang berlatar belakang lingkungan.
Alasan lainnya akibat kekurang fahaman tentang proses biologis dalam perakitan tanaman transgenik, dan definisi organik hanya dipahami sebatas memanfaatkan jenis atau varietas yang ada secara alami.
“Update Bio-teknologi Pertanian merupakan dasar pengetahuan dalam menentukan sikap merespon produk rekayasa genetik. Tanpa pengetahuan yang cukup tentang bioteknologi pertanian tidak akan mudah menyimpulkan tentang produk rekayasa genetik bermanfaat atau merugikan masayarakat” jelas Wirawan.
Pihaknya membantah terkait persepsi yang berkembang bahwa tanaman trasgenik akan menghilangkan gen lokal atau varietas lokal.
Mengingat tanaman biasa saja dapat menghilangkan gen-gen lokal. Ia mencontohkan pengembangan perkebunan kelapa sawit yang dilakukan melalui penebangan yang menyebabkan banyak gen tanaman varietas lokal yang hilang.
Dr. Ing Dase Hunaefi, S.TP., M.Food.ST dari Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor menyampaikan pada dasarnya makanan hasil dari produk rekayasa genetika aman untuk dikonsumsi.
Masih banyak yang mempertanyakan pentingnya penggunaan produk rekayasa genetika, padahal sudah ada teknik pemuliaan konvensional dan perkawinan silang.
“Keunggulan GMO ini tentunya lebih tepat, lebih baik dan presisinya sesuai target. Keunggulan lainnya dapat mengatasi kendala ketersediaan sumber gen” ungkap Hunaefi.
Diketahui, Genetically Modified Organism (GMO) merupakan organisme yang gen-gennya telah diubah dengan menggunakan teknik rekayasa genetika.
Hunaefi menyampaikan, teknologi GMO sebagai bentuk jawaban atas kebutuhan konsumen, dimana konsumen makin banyak kebutuhannya termasuk salah satunya sebagai contoh Anti Browning Apples.
Terdapat juga kebutuhan akan kandungan serat yang tinggi pada produk hasil pertanian.
Karena itu, dia menambahkan bahwa pada dasarnya makanan hasil dari produk rekayasa genetika aman untuk dikonsumsi.
Pemanfaatan tanaman GMO pada dasarnya juga sejalan dengan upaya untuk budidaya tanaman tanpa pestisida, karena dapat dikembangkan tanaman yang tahan terhadap hama dan penyakit.
“ini membantu budidaya tanaman tanpa pestisida, dimana serangan hama dan penyakit rendah, produktivitas semakin tinggi, biaya murah” tegas Hunaefi. (roh)
setahun yang lalu