Miliki Fungsi Penyembuhan hingga Ekonomi, Lima Keris Pusaka Pura Ulun Danu Batur Dipasupati

Sabtu, 17 Oktober 2020 16:44 WIB

Penulis:Bambang Susilo

BANGLI – Tepat pada hari Tilem Kapat, masyarakat Desa Adat Batur bersama Maha Samaya Warga Pande melaksanakan upacara pasupati keris pusaka Pura Ulun Danu Batur. Upacara sakral yang menjadi pertanda disahkannya pusaka tersebut menjadi akhir dari rangkaian proses pembuatan yang memakan waktu selama setahun lamanya.

Pangemong Pura Ulun Danu Batur, Jero Gede Batur Duhuran, di Pura Perapen Pingit, Desa Adat Batur Jumat (16/10/2020) menjelaskan, kelima keris pusaka tersebut dibuat pihaknya sebagai sarana menunjang pelaksanaan ritual di Pura Kahyangan Rwa Bhineda tersebut. Adapun pusaka yang dipasupati meliputi lima bilah keris dan 10 mata tombak sakelepek.

“Pembuatan lima bilah keris pusaka ini kami lakukan untuk mendukung pelaksanaan ritual di Pura Ulun Danu Batur. Saat kami menyatakan rencana ini kepada Warga Pande, ternyata gagasan itu disambut dengan sangat baik. Setelah dirancang sedemikian rupa, akhirnya pembuatannya kami mulai dari Tilem Kapat tahun lalu,” tutur Jero Gede Duhuran.

Lima bilah keris pusaka tersebut dibuat langsung di Pura Perapen Pingit Batur yang notabene merupakan situs sakral perapen atau pandai besi di kawasan Kaldera Batur. Pura yang terletak di Bukit Sampian Wani di kaki Gunung Batur ini merupakan satu dari 11 Pura Pasanakan Ida Bhatari Sakti Batur, dimana tirtanya yang berasal dari panas bumi merupakan satu dari Tirta Solas Bhatari Batur. “Proses pembuatannya dilakukan oleh Warga Pande di sini (Pura Perapen, red), kecuali mata tombak pangiringnya,” imbuhnya.

Setelah dipasupati, keris pusaka itu diberi abhiseka atau gelar sesuai dengan bentuk dan fungsinya. Abhiseka keris-keris tersebut yakni Ki Wangi Kumukus, Ki Tungtung Bayu, Ki Banyu Milir, Ki Guna Tala, dan Ki Lebur Geni. Ki Wangi Kumukus berbentuk keris luk 11, Ki Tuntung Bayu berbentuk keris luk 9, Ki Banyu Milir berbentuk keris luk 7, Ki Guna Tala berbentuk kadga beneng, dan Ki Lebur Geni berbentuk kadga pedang.

“Ki Wangi Kumukus memiliki fungsi sebagai pengobatan, Ki Tuntung Bayu sebagai solusi atas segala permasalahan, Ki Banyu Milir memiliki fungsi ekonomi, Ki Guna Tala untuk meruwat karang, dan Ki Lebur Geni sebagai sarana penyembelihan kurban wewalungan. Sementara, mata tombak yang berjumlah 10 bilah adalah pengiring lima pusaka tersebut,” tutur Jero Gede Duhuran.

Setelah proses pasupati, kelima pusaka itu kini akan distanakan di Pura Ulun Danu Batur. “Setelah dipendak dari Pura Perapen Pingit, kini distanakan di Pura Ulun Danu Batur,” imbuhnya.

Sementara itu, Kelihan Pura Pande Batur yang juga koordinator pembuatan keris, Mpu Keris Pande Putu Sunarta, menjelaskan proses pembuatan lima bilah keris pusaka itu digarapnya bersama tiga orang mpu keris, serta disokong oleh Warga Pande seluruh Bali. Tiga mpu keris lain yang menggarap pusaka tersebut adalah Mpu Keris Jero Mangku Pande Ketut Mudra asal Kusamba, Klungkung, Mpu Keris Pande Ketut Nala asal Blahbatuh, dan Mpu Keris Pande Subrata dari Kaba-kaba.

“Pengerjaan pusaka ini sesuai dengan permintaan dari Jero Gede Batur Makalihan untuk dipersembahkan ke umat, dan kami sebagai Warga Pande merasa bertanggungjawab untuk ngayah,” kata mpu keris asal Desa Sidan, Gianyar ini.

Selama proses pembuatan lima pusaka itu, pihaknya menyatakan mendapati pengalaman yang berbeda-beda.  Pihaknya mempercayai bahwa pengalaman-pengalaman selama pengerjaan itu tidak terlepas dari  karakteristik dan fungsi masing-masing keris.

“Ki Tungtung Bayu bersama Ki Lebur Geni dan Ki Guna Tala kami ambil pengerjaannya pertama, kemudian disusul Ki Wangi Kumukus, dan Ki Banyu Milir. Syukur, atas restu Ida Bhatari semua pengerjaan sangat berjalan lancar,” tuturnya.

Sebagai perwakilan masyarakat pande di Bali, Mpu Keris Putu Sunarta berharap pasca pembuatan pusaka tersebut kelekatan antara warga pande dan masyarakat Batur bisa terjalin lebih intim, guna bersama-sama ngayah kepada umat. “Semoga ke depan selalu bisa bersinergi dan berkolaborasi bersama, ngrastitiang (memohon) Bali landuh, ngayah kepada umat sesaui swagina dan swadharma masing-masing,” tutupnya