Indonesia
Rabu, 31 Juli 2024 12:35 WIB
Penulis:Redaksi
Editor:Redaksi
JAKARTA - Pemerintah RI diketahui telah memberu penawaran kepada organisasi kemasyarakatan (Ormas) keagamaan untuk mengelola tambang yang ada di Indonesia. Hal ini mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) No.25 tahun 2024 yang keluar pada 30 Mei 2024.
Dalam PP tersebut disebutkan bahwa ormas keagamaan dapat memiliki wilayah izin usaha pertambangan khusus (WIUPK) yang berlaku selama lima tahun. Nantinya, ormas tidak langsung mengelola wilayah tambang melainkan melalui badan usaha.
Hingga saat ini baru dua ormas keagamaan yang menyetujui pengelolaan tambang. Mereka adalah Nahdlatul Ulama (NU) dan PP Muhammadiyah. Keduanya akan memperoleh wilayah tambang eks Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan batu bara (PKP2B).
Sebelumnya, Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan, bekas PKP2B yang disiapkan antara lain yaitu PT Arutmin Indonesia, PT Kendilo Coal Indonesia, PT Kaltim Prima Coal milik Grup Bakrie, PT Adaro Energy Tbk milik Garibaldi ‘Boy’ Thohir, PT Multi Harapan Utama (MHU), dan PT Kideco Jaya Agung.
"KPC, Arutmin, Adaro, MHU, Kendilo, yang satu lagi Kideco dari Indika," ungkapnya saat ditemui di kantornya pada Jumat, 7 Juni 2024.
Lalu bagaimana profil masing-masing eks PKB2B tersebut?
KPC diakuisisi oleh perusahaan Bakrie Group, di bawah naungan PT Bumi Resources Tbk. KPC terus berkembang dengan kapasitas produksi sebesar 16,4 juta ton batu bara, dan selanjutnya mencapai 56,97 juta ton pada tahun 2017.
Pada tahun 2017, KPC juga mulai mengoperasikan pembangkit listrik tenaga uap berkapasitas 3×18 MW. Pembangkit Listrik Tenaga Listrik (PLTU) yang berkapasitas 1x18 MW mendukung elektrifikasi masyarakat di Kutai Timur.
KPC mengelola lahan pertambangan seluas 84.938 hektar. Didukung lebih dari 4.499 karyawan dan 21.000 personel yang berasal dari kontraktor dan perusahaan asosiasi, kapasitas produksi KPC mencapai 70 juta ton per tahun.
Sedangkan, melansir Minerba One Data Indonesia (MODI) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada 10 Juni 2024, KPC memiliki luas wilayah pertambangan sebesar 61.543 ha yang berlaku hingga 31 Desember 2031.
Jika dilihat dari itu, artinya ada pengurangan 23.395 hektare wilayah pertambangan. KPC mendapatkan izin perpanjangan dari sebelumnya menyandang status PKP2B menjadi IUPK. Pemberian perpanjangan IUPK dibarengi dengan penciutan wilayah yang mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksana Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
PT Arutmin Indonesia (Arutmin) adalah perusahaan pertambangan batu bara yang beroperasi berdasarkan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
Sebagai salah satu Objek Vital Nasional (Obvitnas) yang ditetapkan oleh Pemerintah daerah operasi Arutmin terbentang di tiga kabupaten di Kalimantan Selatan, yaitu Kabupaten Tanah Laut, Kabupaten Tanah Bumbu dan Kabupaten Kota Baru.
Saat ini, Arutmin mengelola lima lokasi tambang, yaitu Tambang Senakin, Tambang Satui, Tambang Batulicin, Tambang Asamasam dan Tambang Kintap, serta satu terminal batu bara bertaraf internasional North Pulau Laut Coal Terminal (NPLCT).
Arutmin memiliki luas lahan sebesar 57.107 ha sedangkan melansir data Minerba One Data Indonesia (MODI) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arutmin memiliki luas wilayah pertambangan sebesar 34.204 ha.
Jika dilihat dari itu, artinya ada pengurangan 22.903 ha wilayah pertambangan. Arutmin mendapatkan izin perpanjangan dari sebelumnya menyandang status PKP2B menjadi IUPK.
Pemberian perpanjangan IUPK dibarengi dengan penciutan wilayah yang mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksana Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
PT Kideco Jaya Agung merupakan perusahaan pertambangan batu bara terkemuka di Indonesia sejak 1982. Sebagai produsen batu bara terbesar ketiga di Indonesia, perusahaan ini memegang Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) sebagai kelanjutan dari Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B).
PT Kideco Jaya Agung telah 40 tahun berpengalaman beroperasi di Kabupaten Paser, Kalimantan Timur. Melansir data Minerba One Data Indonesia (MODI) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) PT Kideco Jaya Agung kini dalam tahapan operasi produksi dengan luasan lahan mencapai 33.887 hektare (ha) di Kabupaten Paser.
Sebelumnya, luasan lahan Kideco Jaya Agung tercatat mencapai 47.500 hektar. Dengan demikian, perpanjangan IUPK eks PKP2B yang diperoleh Kideco Jaya Agung dibarengi pula dengan penciutan lahan sebesar 13.613 ha.
PT Multi Harapan Utama (MAU) merupakan anak dari MMS Group Indonesia dibawah naungan MMS Resources. Saat ini, PT MUA merupakan pemegang lisensi PKP2B di Kalimantan Timur yang bergerak di sektor pertambangan batu bara. Didirikan pada 1986, perusahaan ini telah menjadi salah satu pemain utama dalam industri tambang batu bara di Tanah Air.
Melansir data Minerba One Data Indonesia (MODI) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) PT Multi Harapan Utama kini dalam tahapan operasi produksi dengan luasan lahan mencapai 30.409 ha di kota Samarinda dan Kab Kutai Kartanegara.
Sebelumnya, luasan lahan Kideco Jaya Agung tercatat mencapai 39.971 ha. Dengan demikian, perpanjangan IUPK eks PKP2B yang diperoleh Multi Harapan Utama dibarengi pula dengan penciutan lahan sebesar 9.562 ha.
PT Adaro Energy Tbk merupakan perusahaan tambang batu bara di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah. Perusahaan ini dimulai pada 1970 ketika perusahaan Spanyol, Enadimsa, mengajukan penawaran konsesi batu bara di Blok 8 di Kabupaten Tanjung, Kalimantan Selatan.
Memiliki sumber daya batu bara yang diolah adalah sebesar 4 miliar ton dan cadangan batu bara sebesar 1 miliar ton.
Melansir data Minerba One Data Indonesia (MODI) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) PT Adaro Energy Tbk (ADRO) kini dalam tahapan operasi produksi dengan luasan lahan mencapai 23.942 hektare (ha). Tercatat, daerah operasional berlokasi di Kabupaten Tabalong dan Kabupaten Balangan, Kalimantan Selatan.
Sebelumnya, luasan lahan Adaro Indonesia tercatat mencapai 31.380 ha. Dengan demikian, perpanjangan IUPK eks PKP2B yang diperoleh Adaro Indonesia dibarengi pula dengan penciutan lahan sebesar 7.438 ha.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Debrinata Rizky pada 30 Jul 2024