Menguak Alasan Natal Identik dengan Warna Hijau dan Merah

Rabu, 24 Desember 2025 13:18 WIB

Penulis:Redaksi

Editor:Redaksi

Menguak Alasan Natal Identik dengan Warna Hijau dan Merah
Menguak Alasan Natal Identik dengan Warna Hijau dan Merah (freepik.com/Mateus Andre)

JAKARTA – Merah dan hijau kerap menjadi penanda hadirnya suasana Natal. Dua warna ini menghiasi pusat perbelanjaan hingga ruang keluarga di berbagai belahan dunia, muncul di hampir semua dekorasi, lampu hias, hingga pakaian bertema Natal yang memenuhi etalase toko. Dominasi hijau dan merah dalam perayaan Natal ternyata tidak sekadar estetika, melainkan menyimpan makna historis, religius, dan budaya yang cukup dalam.

Perpaduan kedua warna tersebut menjelaskan alasan Natal begitu identik dengan hijau dan merah. Warna hijau melambangkan kehidupan yang terus berlanjut, terinspirasi dari tanaman hijau yang tetap tumbuh sepanjang tahun, sedangkan warna merah dimaknai sebagai simbol darah Kristus dalam tradisi Kristen.

Selama berabad-abad, penggunaannya dipopulerkan oleh tradisi Victoria dan branding komersial, terutama oleh iklan Santa Claus ikonik Coca-Cola pada abad ke-20. Bersama-sama, hijau dan merah membangkitkan kehangatan, perayaan, dan makna spiritual selama liburan musim dingin.

Akar Sejarah Warna Natal

Hubungan antara warna hijau dan merah dengan Natal sudah ada ratusan tahun sebelum budaya konsumerisme modern. Warna hijau telah lama dikenal sebagai simbol kehidupan, pembaruan, dan kesinambungan, terutama di bulan-bulan dingin dan gelap musim dingin.

Di Eropa kuno, masyarakat menghias rumah mereka dengan ranting tanaman hijau abadi seperti holly, ivy, dan mistletoe selama perayaan titik balik musim dingin. Tanaman ini tetap segar ketika tanaman lain telah layu, sehingga menjadi simbol kuat dari ketahanan dan harapan.

Festival pagan pra-Kristen seperti Saturnalia (yang dirayakan oleh bangsa Romawi) dan Yule (yang diamati oleh masyarakat Jermanik) menggunakan tanaman hijau abadi dalam upacara untuk menghormati kembalinya matahari dan janji musim semi.

Ketika Kekristenan menyebar ke seluruh Eropa, para pemimpin gereja mengadaptasi banyak tradisi ini agar sejalan dengan ajaran Kristen, sehingga memudahkan proses konversi bagi para pengikut baru. Dengan demikian, menghias dengan tanaman hijau menjadi bagian dari perayaan Natal, bukan praktik yang bersaing.

Sementara itu, warna merah memiliki makna alami sekaligus teologis. Buah holly yang tumbuh di antara daun hijau mengilap berwarna merah terang,kontras mencolok yang menonjol di lanskap musim dingin. Umat Kristen awal menafsirkan kombinasi ini secara simbolis, hijau melambangkan kehidupan abadi melalui Kristus, sedangkan buah merah dianggap mewakili darah Yesus yang tertumpah saat penyaliban.

Dilansir dari Party Alibaba, simbolisme ganda ini membantu memperkuat posisi hijau dan merah sebagai warna yang sarat makna spiritual dalam konteks ibadah dan dekorasi Natal.

Simbolisme Keagamaan di Balik Warna Hijau dan Merah

Dalam tradisi Kristen, warna memiliki peran penting dalam musim liturgi. Misalnya, ungu dikaitkan dengan Advent (periode menjelang Natal), dan putih dengan Hari Natal itu sendiri, sementara hijau dan merah menjadi warna yang dominan secara budaya di luar lingkungan gereja formal.

Kaitan hijau dengan kehidupan abadi berasal dari referensi Alkitab tentang pohon dan taman, seperti Pohon Kehidupan dalam Kejadian dan Wahyu. Pohon cemara, yang tidak menggugurkan dedaunan di musim dingin, melambangkan kasih Tuhan yang tak berkesudahan dan janji kebangkitan.

Pada zaman pertengahan, drama misteri yang dimainkan saat Natal sering menampilkan Pohon Firdaus, sebuah pohon cemara yang dihiasi apel, melambangkan Taman Eden. Bentuk awal dekorasi pohon ini memadukan narasi religius dengan simbolisme visual, memperkuat nilai spiritual warna hijau.

Makna warna merah berkaitan langsung dengan teologi keselamatan. Dalam ajaran Kristen, pengorbanan Kristus menjadi inti dari penebusan, dan warna merah lama digunakan untuk melambangkan kemartiran, kasih ilahi, dan penebusan.

Pakaian liturgi gereja yang dikenakan pada Minggu Palma dan Jumat Agung sering berwarna merah atau merah tua, menghubungkan warna tersebut dengan momen-momen penting dalam kisah Sengsara Yesus. Lebih jauh lagi, dekorasi merah selama Natal secara halus menjadi pertanda Paskah, menghubungkan kelahiran dan misi utama Yesus.

Pengaruh Victoria dan Munculnya Tradisi Dekoratif

Warna hijau dan merah identik dengan Natal. (freepik.com)

Meski makna religius dan musiman menjadi dasar, era Victoria (1837–1901) lah yang mengubah warna hijau dan merah menjadi standar dekoratif yang tersebar luas.

Ratu Victoria dan Pangeran Albert mempopulerkan kebiasaan Jerman tentang pohon Natal di Inggris setelah sebuah ilustrasi keluarga mereka yang berkumpul di sekitar pohon cemara yang dihias muncul di Illustrated London News pada tahun 1848. Gambar tersebut memicu tren di seluruh Inggris dan Amerika Serikat.

Masyarakat Victoria gemar mendekorasi rumah dengan rumit, termasuk rantai kertas, lilin, permen, dan ornament yang seringkali berwarna hijau dan merah. Warna-warna ini tidak hanya menarik secara visual tetapi juga mudah didapatkan berkat kemajuan dalam produksi pewarna.

Pewarna anilin yang diperkenalkan pada pertengahan abad ke-19 membuat pigmen merah cerah dan hijau pekat menjadi lebih terjangkau dan stabil, sehingga memungkinkan produksi massal barang-barang perayaan.

Kartu Natal, yang pertama kali dikirim pada tahun 1840-an, sering menampilkan burung robin merah, daun holly hijau, dan pemandangan bersalju, semakin menanamkan skema warna tersebut ke dalam kesadaran publik.

Para penyanyi lagu Natal mengenakan syal merah dan mantel hijau dalam ilustrasi, dan produksi panggung A Christmas Carol menggunakan palet warna serupa. Melalui sastra, seni, dan ritual domestik, hijau dan merah menjadi tak terpisahkan dari gagasan Natal tradisional.

Komersialisasi dan Peran Periklanan

Pembahasan mengapa Natal berwarna hijau dan merah tidak akan lengkap tanpa membahas dampak periklanan abad ke-20. Meskipun warna-warna tersebut sudah ada dalam cerita rakyat dan agama, pencitraan merek perusahaan memperkuatnya dalam budaya populer global.

Salah satu kekuatan yang paling berpengaruh adalah The Coca-Cola Company. Mulai tahun 1930-an, Coca-Cola menugaskan seniman Haddon Sundblom untuk menciptakan gambar Santa Claus untuk kampanye liburannya.

Sundblom menggambarkan Santa sebagai pria gemuk dan riang dalam setelan merah cerah berhiaskan bulu putih, dengan latar belakang salju dan pohon cemara. Iklan-iklan ini ditayangkan setiap tahun selama beberapa dekade dan didistribusikan secara luas di majalah, papan reklame, dan pajangan toko.

Meskipun Santa telah digambarkan dengan berbagai pakaian sebelumnya, termasuk hijau, biru, dan cokelat versi Sundblom menjadi yang paling definitif. Karena merek Coca-Cola menonjolkan warna merah dan putih, asosiasi antara Santa, pakaian merah, dan Natal semakin kuat dari waktu ke waktu.

Banyak yang salah percaya bahwa Coca-Cola menciptakan setelan merah Santa, tetapi kenyataannya, mereka memperkuat tren yang sudah ada dan memberikannya visibilitas internasional.

Peritel lain pun mengikuti jejak tersebut. Toko-toko serba ada mengadopsi warna merah dan hijau untuk pajangan jendela, kertas kado, dan seragam karyawan. Pada periode pascaperang, warna-warna ini mendominasi pusat perbelanjaan, acara televisi khusus, dan kartu ucapan.

Efek psikologisnya, merah merangsang kegembiraan dan nafsu makan, hijau menyampaikan ketenangan dan alam, menjadikannya ideal untuk mendorong keterlibatan konsumen selama musim liburan.

Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.id oleh Distika Safara Setianda pada 24 Dec 2025