ekonom konstitusi
Senin, 03 Oktober 2022 15:42 WIB
Penulis:Rohmat
Publik tentu menyayangkan pembatalan pelaksanaan konversi gas 3kg ke kompor induksi yang telah disosialisasikan kepada masyarakat melalui proyek percontohan (pilot project) di beberapa daerah.
Sebenarnya penundaan atau pembatalan konversi kompor gas 3kg ke kompor induksi adalah kesalahan pemerintah, yaitu Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) khususnya Dewan Energi Nasional (DEN) yang tidak berfungsi dalam mendukung kebijakan energi hijau (green energy).
Hal ini tentu akan mempersulit posisi Indonesia sebagai Presidency G20 yang dimandatkan kepada Presiden Joko Widodo.
Seharusnya, kalau DEN serius melakukan konversi dari penggunaan gas 3kg ke kompor induksi, maka DEN harus berperan aktif dalam melakukan sosialisasi ke masyarakat.
Tapi, kesan yang tertangkap oleh publik menjadi berbeda karena terkait pengadaan kompor induksi yang disasarkan pada kelompok pelanggan 450 VA sejumlah lebih dari 24 juta menjadi sebuah proyek percontohan bagi korporasi swasta produsen kompor induksinya bukan kemanfaatan untuk PT.
Perusahaan Listrik Negara (PLN) sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Dewan Energi Nasional merupakan sebuah lembaga bersifat nasional, mandiri dan tetap yang bertanggungjawab atas Kebijakan Energi Nasional di Indonesia. DEN didirikan atas dasar amanat UU No. 30 Tahun 2007 dengan struktur organisasi yang diketuai oleh Presiden.
Sebagai tangki pemikir dalam berbagai upaya Presiden Republik Indonesia menetapkan dan menjalankan kenbijakan energi nasional.
Bagaimanapun, upaya untuk mengurangi defisit minyak dan gas bumi ditengah penguatan nilai tukar (kurs) dollar terhadap rupiah yang telah menyentuh Rp15.100 harus terus diupayakan.
Peran DEN harus dioptimalkan dalam proses pengurangan ketergantungan impor gas elpiji (termasuk alokasi subsidi) dan tahapan proses transisi energi yang menjadi perhatian serius Presiden kepada masyarakat secara massif dan edukatif.
Maka, jika memang tidak mampu memainkan peran strategis dalam kebijakan transisi energi dan pentingnya dalam membantu tugas Presidency G20, ada baiknya Presiden Joko Widodo meninjau kembali keberadaan lembaga ini. (*)
*Defiyan Cori, Ekonom Konstitusi alumnus Universitas Gadjah Mada Yogyakarta