balinesia.id

Giatkan Literasi saat Pandemi, YJMU Lahirkan “Sarasastra”

Minggu, 27 Desember 2020 14:09 WIB

Penulis:E. Ariana

YJMU merilis buku “Sarasastra: Pusparagam Pemikiran Kebudayaan Bali” di Taman Dedari Restaurant, Ubud Sabtu (26/12/2020).
YJMU merilis buku “Sarasastra: Pusparagam Pemikiran Kebudayaan Bali” di Taman Dedari Restaurant, Ubud Sabtu (26/12/2020).

GIANYAR – Sebuah buku kumpulan pemikiran kebudayaan Bali lahir di Ubud. Buku berjudul “Sarasastra: Pusparagam Pemikiran Kebudayaan Bali” hadir sebagai mura dari Program Rembug Sastra Ubud Royal Weekend (URW) 2020 garapan Yayasan Janahita Mandala Ubud (YJMU).

Ketua YJMU, Tjokorda Gde Agung Ichiro Sukawati, dalam peluncuran buku tersebut di Taman Dedari Restaurant, Ubud, Gianyar, Sabtu (26/12/2020), mengatakan buku ini mrupakan hilirisasi dari program Rembug Sastra URW 2020 yang digelar intens setiap dua minggu sekali dari 2 Juli 2020-8 November 2020. Rembug yang didesain dengan pola daring dan luring selama pandemi Covid-19 itu membahasa berbagai persoalan kebudayaan, mulai dari sastra, arsitektur, pengobatan (usada), hingga kesenian.

“Kami mencoba bergerak dan berbuat dengan melakukan kegiatan diskusi kebudayaan selama pandemi Covid-19. Diskusi itu kami lakukan mulai dari 2 Juli hingga 8 November 2020 yang menghadirkan sejumlah praktisi dan akademisi kebudayaan Bali setiap dua minggu sekali,” katanya.

Menurutnya, pandemi Covid-19 memang telah membatasi berbagai kehidupan. Pariwisata nyaris terhenti, roda ekonomi pun melambat. Kondisi sedemikian rupa bagi sebagian orang merupakan kondisi yang tidak menguntungkan, namun bagi pihaknya kondisi tersebut merupakan ajang untuk mulat sarira, bukan saja menggali dan mempelajari nilai-nilai warisan leluhur, namun juga mengisi ruang kosong alam pikir kebudayaan Bali yang terus bergerak di era modern.

Selain Rembug Sastra, URW 2020 juga mempersembahkan program lain yang sejalan dengan visi Rembug Sastra. Dua program yang dimaksud adalah Redite Masatua dan Bincang Santai (Bisa). “Redite Masatua merupakan program literasi berbasis cerita tradisional yang ditujukan pada generasi muda kami, sedangkan Bisa merupakan program diskusi yang lebih populer, membahasa persoalan ekonomi kreatif dan pariwisata,” tandasnya.

Kehadiran buku “Sarasastra: Pusparagam Pemikiran Kebudayaan Bali” diapresiasi kalangan Puri Ubud. Penglingsir Puri Agung Ubud, Tjokorda Gde Putra A.A. Sukawati, mengapresiasi buku tersebut sebagai jalur kreatif yang telah dilakukan YJMU dalam menyikapi pandemi Covid-19.

Menurutnya, pandemi merupakan momentum yang tepat untuk menengok kembali nilai-nilai kebudayaan Bali yang masih belum terungkap. Nilai-nilai itu penting diungkap sebagai kunci untuk mengurai persoalan yang dihadapi Bali. “Kita banyak memiliki nilai-nilai kebudayaan yang masih belum terungkap, dan ke depan sangat perlu diungkap,” katanya.

Potensi-potensi kebudayaan itulah yang oleh leluhur Bali di masa silam diolah sedemikian rupa hingga menjadi menarik untuk diwacanakan. Pada akhirnya, dengan pengemasan yang kreatif dan inovatif, potensi-potensi tersebut akan mampu menopang kehidupan manusia.