balinesia.id

Food Estate Tak Lagi Relevan, Indonesia Harus Belajar Pertanian Modern dari Belanda

Rabu, 06 November 2024 15:54 WIB

Penulis:Redaksi

Editor:Redaksi

Untuk mencapai kemandirian dalam pemenuhan pangan nasional, pemerintah telah menerapkan beragam strategi, termasuk mengembangkan proyek food estate, yaitu kawasan besar untuk produksi pangan. Namun, metode konvensional yang mengandalkan pembukaan lahan besar-besaran, sering kali dengan merusak hutan dan mengorbankan ekosistem, kini dipandang kurang sesuai dengan kebutuhan saat ini.
Untuk mencapai kemandirian dalam pemenuhan pangan nasional, pemerintah telah menerapkan beragam strategi, termasuk mengembangkan proyek food estate, yaitu kawasan besar untuk produksi pangan. Namun, metode konvensional yang mengandalkan pembukaan lahan besar-besaran, sering kali dengan merusak hutan dan mengorbankan ekosistem, kini dipandang kurang sesuai dengan kebutuhan saat ini. (null)

JAKARTA - Untuk mencapai kemandirian dalam pemenuhan pangan nasional, pemerintah telah menerapkan beragam strategi, termasuk mengembangkan proyek food estate, yaitu kawasan besar untuk produksi pangan. Namun, metode konvensional yang mengandalkan pembukaan lahan besar-besaran, sering kali dengan merusak hutan dan mengorbankan ekosistem, kini dipandang kurang sesuai dengan kebutuhan saat ini.

Di sinilah teknologi dan inovasi memainkan peran penting, Indonesia seharusnya banyak belajar dari Belanda, salah satu negara dengan sektor pertanian paling maju di dunia meski memiliki luas wilayah sebesar Jawa Barat.

Mengapa Babat Hutan Bukan Lagi Solusi?

Selama beberapa dekade, pembukaan lahan untuk produksi pangan dianggap sebagai langkah cepat dalam meningkatkan hasil pertanian. Proyek food estate di Kalimantan Tengah dan Merauke, misalnya, direncanakan untuk menggenjot produktivitas melalui pembukaan lahan.

Sejak tahun 2020 hingga kini lahan food estate di Kalimantan tengah sudah mencapai 168 Hektare, sementara itu di Mearuke 2,29 juta hektare  lahan tengah dibabat hingga kini. 

Pendekatan pembabatan hutan untuk food estate rentan mengorbankan hutan, memperparah deforestasi, dan berdampak buruk pada ekosistem. Pembukaan hutan secara masif tidak hanya mengancam keberadaan flora dan fauna lokal tetapi juga menambah risiko bencana alam seperti banjir dan tanah longsor. 

Di sisi lain, penebangan hutan juga bertentangan dengan komitmen Indonesia dalam mengurangi emisi karbon untuk mengatasi perubahan iklim.

Pelajaran dari Belanda 

Belanda, negara kecil di Eropa Barat dengan luas hanya sekitar 41.500 kilometer persegi, telah membuktikan bahwa keterbatasan lahan bukan halangan untuk swasembada pangan. 

Dilansir dari laman The Economist, Selasa, 5 November 2024, Sebagai eksportir pertanian terbesar kedua di dunia, Belanda telah mengembangkan sistem pertanian yang efisien dan berbasis teknologi tinggi. Meski sebagian besar wilayahnya berada di bawah permukaan laut dan memiliki tantangan alam seperti tanah gambut, Belanda berhasil menciptakan sektor pertanian yang menjadi pilar ekonominya.

Apa rahasia kesuksesan Belanda? Infrastruktur modern, penelitian intensif, dan adopsi teknologi canggih adalah kunci utama. Di negara ini, rumah kaca berteknologi tinggi digunakan untuk pertanian dilengkapi dengan lampu LED warna-warni dan sistem energi efisien. 

Lebih dari 10 ribu hektare lahan di Belanda menggunakan rumah kaca, memungkinkan produksi sepanjang tahun dan menjamin stabilitas hasil panen. Tidak hanya meningkatkan efisiensi, penggunaan rumah kaca juga mengurangi ketergantungan pada cuaca dan kondisi tanah.

Teknologi dan Infrastruktur Modern  

Infrastruktur dan teknologi yang diterapkan Belanda seharusnya dapat menjadi inspirasi bagi Indonesia. Mekanisasi dan otomatisasi pertanian, seperti penggunaan robot pengumpan dan sistem pembersihan otomatis di peternakan, memungkinkan efisiensi yang lebih tinggi dan meningkatkan kualitas produk. 

Teknologi ini tidak hanya meningkatkan produksi tetapi juga memastikan kesejahteraan petani dengan mengurangi beban kerja fisik dan meningkatkan pendapatan.

Belanda juga menjadi pionir dalam teknologi hemat energi. Panel surya dan sumber energi terbarukan digunakan untuk mendukung pertanian, sehingga sektor ini lebih ramah lingkungan. 

Dengan jaringan logistik yang efisien, Belanda mampu mengekspor hasil pertaniannya ke seluruh dunia, mulai dari sayuran, buah-buahan, hingga bunga yang terkenal dari sektor florikultura.

Peran Penelitian dan Inovasi

Belanda memiliki Wageningen University & Research (WUR), pusat riset yang telah banyak berkontribusi pada kemajuan teknologi pertanian. Penelitian di universitas ini mendorong inovasi yang memungkinkan Belanda mencapai hasil pertanian optimal di lahan terbatas. 

Melalui riset berbasis sains, Belanda mampu menciptakan benih unggul, teknologi rumah kaca, hingga inovasi pengelolaan air.

Indonesia pun dapat mengadopsi model ini dengan memaksimalkan kerja sama antara pemerintah dan institusi pendidikan tinggi. Dengan menggandeng universitas-universitas di Indonesia, seperti IPB dan UGM, diharapkan riset dan pengembangan di sektor pertanian bisa lebih terfokus pada inovasi berkelanjutan. 

Misalnya, IPB telah mengembangkan benih padi unggul (IPB 3S) yang memiliki potensi hasil panen jauh di atas rata-rata nasional. Dengan inovasi ini, Indonesia bisa mengurangi ketergantungan pada impor beras.

Teknologi pertanian modern juga membuka peluang bagi petani muda atau "petani milenial" untuk terlibat di sektor pangan. Para petani muda yang akrab dengan teknologi digital dan aplikasi bisa menjadi agen perubahan dalam sistem pertanian Indonesia. 

Melalui kerja sama dengan perguruan tinggi, petani milenial bisa mendapatkan pelatihan dan akses terhadap teknologi yang mampu meningkatkan efisiensi dan hasil panen mereka.

Prabowo Subianto dan Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman telah menyatakan pentingnya teknologi digital dalam swasembada pangan, dengan harapan bahwa teknologi ini dapat membantu distribusi pangan lebih efektif dan memantau produktivitas lahan secara real-time.

 Dengan belajar dari Belanda, Indonesia dapat beralih dari pendekatan pembukaan lahan besar-besaran yang membahayakan ekosistem menuju sistem pertanian berbasis teknologi. 

Teknologi seperti rumah kaca, mekanisasi modern, dan penggunaan energi terbarukan bisa menjadi solusi untuk mencapai swasembada pangan yang lebih efisien dan ramah lingkungan.

Mengikuti jejak Belanda, Indonesia bisa menjadi negara yang mandiri dalam hal pangan, efisien, dan ramah lingkungan. Masa depan swasembada pangan Indonesia kini berada di tangan inovasi dan generasi petani baru yang siap untuk menghadapi tantangan dengan teknologi.

Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Muhammad Imam Hatami pada 06 Nov 2024