Fakta Mengejutkan: Arab Saudi Ternyata Impor Pasir dalam Jumlah Besar

Rabu, 23 Juli 2025 16:17 WIB

Penulis:Redaksi

Editor:Redaksi

Fakta Mengejutkan: Arab Saudi Ternyata Impor Pasir dalam Jumlah Besar
Fakta Mengejutkan: Arab Saudi Ternyata Impor Pasir dalam Jumlah Besar (Visit Saudi)

JAKARTA - Meskipun terkesan paradoks, Arab Saudi yang identik dengan hamparan gurun pasir ternyata sudah sejak lama mengandalkan impor pasir dari negara lain. Negara seperti Australia, Tiongkok, dan Belgia menjadi sumber utama pasokan pasir bagi kerajaan tersebut.

Meskipun gagasan negara gurun membeli pasir tampak membingungkan, alasannya berakar pada spesifikasi persyaratan konstruksi. Seiring dengan pesatnya Kerajaan tersebut dalam proyek Visi 2030 bernilai miliaran dolar, permintaan akan jenis pasir tertentu yang tidak dapat disediakan oleh gurun telah menyebabkan aliran impor yang terus-menerus.

Fakta yang kurang diketahui ini menyoroti masalah global yang lebih luas. Yakni semakin langkanya pasir untuk konstruksi dan paradoks ketergantungan sumber daya bahkan di tempat-tempat yang paling tidak terduga.

Mengapa Pasir Gurun Tidak Cocok

Bentang alam gurun seperti Arab Saudi mungkin kaya akan pasir, tetapi tidak semua pasir diciptakan sama. Butiran pasir yang ditemukan di gurun biasanya terlalu bulat dan halus karena telah terkikis oleh angin selama ribuan tahun. Hal ini membuat pasir kurang cocok untuk produksi beton. Di mana butiran pasir yang bersudut dan kasar sangat penting untuk membentuk campuran yang kuat dan kohesif ketika dicampur dengan semen dan air.

Jenis pasir yang dibutuhkan untuk gedung pencakar langit, infrastruktur, dan pembangunan perkotaan biasanya berasal dari dasar sungai, danau, dan laut, lingkungan yang menghasilkan butiran pasir yang lebih bersudut. Hal ini menjadikan pasir mampu mengikat secara efektif.

Menurut Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNEP) sebagaimana dikutip Times of India Senin 21 Juli 2025 menyebutkan, dunia mengonsumsi sekitar 50 miliar ton pasir setiap tahunnya. Hal ini menjadikannya material padat yang paling banyak diekstraksi secara global. Namun, hanya sebagian kecilnya yang cocok untuk keperluan konstruksi.

Peran Australia dalam Memasok Pasir

Australia telah muncul sebagai salah satu eksportir utama silika dan pasir konstruksi berkualitas tinggi. Menurut The Observatory of Economic Complexity  (OEC)  tahun 2023, Australia mengekspor pasir senilai US$273 juta atau sekitar Rp4,5 triliun (kurs Rp16.320). Ini  menjadikannya eksportir pasir terbesar ke-2 dari 183 negara di dunia, dengan Arab Saudi sebagai salah satu importirnya. Pada tahun 2023, Arab Saudi mengimpor pasir alami kelas konstruksi senilai sekitar US$140.000 atau sekitar Rp2,3 triliun dari Australia.

Pembelian pasir Australia oleh Arab Saudi menunjukkan ketergantungan Kerajaan pada impor ini untuk memenuhi standar konstruksi proyek infrastruktur besar. Percakapan ini kembali muncul di media sosial pada tahun 2024, dan tren ini berlanjut setelah rencana pembangunan perkotaan ambisius Arab Saudi, termasuk NEOM, Proyek Laut Merah, dan Qiddiya.

Proyek-proyek ini tidak hanya membutuhkan beton dalam jumlah besar tetapi juga standar kualitas material tertinggi, sebuah tuntutan yang tidak dapat dipenuhi oleh pasir gurun.

Konteks Teluk yang Lebih Luas

Arab Saudi tidak sendirian dalam fenomena ini. Negara-negara Teluk lainnya seperti UEA dan Qatar yang  juga mengimpor pasir untuk alasan serupa. UEA, khususnya Dubai dan Abu Dhabi, mendapatkan pasir kelas konstruksi dari internasional untuk mendorong perluasan cakrawalanya yang tak henti-hentinya. Ringkasan kebijakan UNEP 2024 menegaskan bahwa urbanisasi yang pesat di Timur Tengah berkontribusi pada meningkatnya permintaan global akan pasir konstruksi. Negara-negara di kawasan tersebut semakin mencari solusi berkelanjutan tetapi masih bergantung pada impor dalam jangka pendek.

Krisis Pasir Global

Ketergantungan pada pasir impor bukan hanya masalah Arab Saudi. Hal ini mencerminkan kekhawatiran global yang semakin besar. UNEP telah menandai bahwa dunia sedang menghadapi "krisis pasir", memperingatkan bahwa ekstraksi pasir yang tidak diatur menyebabkan degradasi lingkungan di banyak bagian dunia. Termasuk erosi dasar sungai, perusakan habitat, dan hilangnya keanekaragaman hayati.

Sebagai tanggapan, beberapa negara berinvestasi dalam alternatif seperti pasir buatan (M-sand). Pasir yang dibuat dengan menghancurkan batu untuk menghasilkan material konstruksi yang sesuai. Selain itu, limbah konstruksi daur ulang sedang didaur ulang untuk mengurangi tekanan pada sumber daya pasir alam.

Arab Saudi juga sedang menjajaki opsi-opsi ini. Meskipun belum ada kebijakan nasional yang komprehensif untuk mengurangi impor pasir, para ahli berpendapat bahwa inovasi dalam ilmu material pada akhirnya dapat membantu Kerajaan tersebut mengurangi ketergantungannya pada pasir asing.

Visi 2030 dan Kebutuhan akan Kualitas

Visi 2030 Arab Saudi, sebuah cetak biru untuk mendiversifikasi ekonomi Kerajaan di luar sektor minyak, mendorong pembangunan infrastruktur besar-besaran. Kota NEOM senilai US$500 miliar, konsep urban futuristik The Line, dan megaproyek lainnya membutuhkan material bangunan khusus yang memenuhi standar internasional.

Oleh karena itu, mengimpor pasir kelas industri bukan hanya masalah preferensi, tetapi juga keharusan. Tanpanya, pembangunan fasilitas ultra-modern, kota pintar, dan pusat pariwisata akan menghadapi kekurangan material atau penurunan kualitas.

Apakah Ada Solusi Berkelanjutan di Masa Depan?

Fokusnya perlahan bergeser ke arah keberlanjutan dan pengelolaan sumber daya. Strategi lingkungan Arab Saudi yang lebih luas dalam Visi 2030, yang mencakup target energi terbarukan dan reformasi pengelolaan limbah, pada akhirnya dapat meluas ke penggunaan pasir juga.

Penelitian tentang pasir-M dan agregat alternatif sedang dilakukan di lembaga-lembaga akademik di Kerajaan, yang bertujuan untuk mengurangi jejak lingkungan dari konstruksi. Namun, adopsi yang meluas akan membutuhkan waktu, mengingat skala besar yang membutuhkan pasir yang sedang berjalan.

Apa yang tampak seperti paradoks yang lucu, negara gurun yang mengimpor pasir sebenarnya mencerminkan realitas yang lebih mendalam dari konstruksi modern, pengelolaan sumber daya, dan perdagangan global. Impor pasir Arab Saudi dari Australia dan negara-negara lain seperti China dan Belgia menggarisbawahi pentingnya spesifikasi material dalam infrastruktur, bahkan di jantung gurun.

Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.id oleh Amirudin Zuhri pada 22 Jul 2025