UMKM
Senin, 15 Januari 2024 12:06 WIB
Penulis:Rohmat
Pemanfaatan dana KUR telah dua (2) windu atau 16 tahun proses perjalanannya sejak diluncurkan oleh Presiden.Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada tanggal 5 Nopember 2007. KUR tersebut ditujukan untuk keperluan modal kerja serta investasi bagi pemilik usaha produktif dan memenuhi kelayakan ekonomi.
Adapun kelompok sasaran (targeting) dari KUR ini, yaitu para pelaku Usaha Menengah Kecil dan Mikro (UMKM) individu/perseorangan, badan usaha dan/atau kelompok usaha. Persyaratan lainnya, yaitu belum memiliki agunan tambahan atau feasible, termasuk belum bankable (tidak memenuhi syarat bank).
Alokasi dana yang disediakan untuk modal kerja serta investasi program KUR ini menyasar pada lima (5) sektor usaha, yaitu sektor pertanian, perikanan, kelautan, koperasi, kehutanan, perindustrian, dan perdagangan. Sementara itu, bunga pinjaman KUR pada awalnya ditetapkan sebesar 16 persen, dengan plafon pinjaman maksimal Rp500 juta per debitur.
Tidak bisa dipungkiri, peningkatan alokasi dana KUR justru telah mulai terjadi pada tahun 2014 setelah pemerintah menetapkan rencana alokasi sejumlah Rp133,18 triliun. Kemudian, alokasi penyaluran dana KUR terus mengalami lonjakan yang signifikan dari sisi penerima pemanfaat, yaitu sejumlah 7,35 juta debitur.
Sedangkan, dari sisi jumlah realisasi penyaluran dana KUR setelah ditingkatkan plafonnya oleh pemerintah pada tahun 2018 telah mencapai Rp447,5 triliun.
Pasca tahun 2018, realisasi penyaluran dana KUR empat (4) tahun berikutnya (2019-2022) telah berjumlah Rp985,99 triliun. Dengan demikian, total alokasi dana KUR periode 2007-2022 yang telah disalurkan oleh pemerintah melalui lembaga penyalur telah berjumlah Rp1.433,49 triliun.
Lalu, pertanyaannya adalah apakah penyaluran dana KUR telah tepat sasaran kepada penerima manfaat jika dikaitkan dengan perkembangan jumlah alokasi yang semakin meningkat serta bagaimana halnya kebijakan atas KUR Tani, Nelayan, Peternak?
Selama kurun waktu 2007-2011 pemerintah tidak menentukan besaran rencana sasaran alokasi penyaluran KUR secara periodik. Pasca tahun 2011, baru kemudian pemerintah menetapkan besaran alokasi sasaran dana KUR disebabkan oleh masih fluktuatifnya kinerja realisasinya pada periode sebelumnya.
Perbaikan tata kelola penyaluran KUR juga dilanjutkan pemerintah melalui Komite Kebijakan pada bulan Januari 2017 dengan memutuskan persentase alokasi sasaran KUR yang disalurkan ke sektor produksi minimal 40%.
Kebijakan ini juga didukung dengan penetapan suku bunga KUR sebesar 6% efektif per tahun melalui Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 8 Tahun 2019 tentang Pedoman Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat.
Pengertian sektor produksi, adalah yang menambah jumlah barang dan/atau jasa sehingga dapat memberikan dampak pengganda (multiplier effect) bagi perekonomian, atau singkatnya adalah sektor non-perdagangan.
Sektor tersebut diantaranya Pertanian, Perikanan, Industri pengolahan, konstruksi, jasa-jasa dan lainnya. Kredit Usaha Rakyat (KUR) Pertanian merupakan fasilitas kredit tanpa agunan dari pemerintah untuk melakukan kegiatan budidaya tanaman pertanian.
Alokasi dana KUR tani ini dimaksudkan untuk mendorong suksesi progam pertanian Korporasi Berbasis Mekanisasi (PKBM) di daerah yang dikelola oleh Kementerian Pertanian. Terkait perbaikan kebijakan alokasi dana KUR secara sektoral ini, maka sisa 60%-nya merupakan alokasi untuk non produksi.
Namun sayangnya, proporsi penyaluran KUR per-sektoral pada tahun 2022 yang terbesar 66,29% justru dialokasikan ke sektor usaha mikro. Urutan kedua adalah sektor usaha kecil denga memperoleh alokasi sebesar 31,95%, lalu 1,75% tersalur ke usaha super mikro, dan 0,01% menyasar kepada pekerja migran Indonesia (PMI).
Secara kumulatif, sejak periode 2014-2022 nilai akad penyaluran KUR sudah mencapai Rp1.308 triliun dengan total jumlah debitur 43,76 juta orang. Adapun bank penyalur KUR terbesar selama periode tersebut masing-masing secara berurutan, yaitu Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Mandiri, Bank Negara Indonesia (BNI), dan Bank Syariah Indonesia (BSI). Koperasi sebagai sokoguru perekonomian nasional masih diabaikan oleh kebijakan pemerintah.
Kinerja penyaluran KUR secara umum sampai dengan 26 Desember 2023 memang telah mencapai Rp255,8 triliun dari total sasaran (target) KUR tahun 2023 sejumlah Rp470 triliun atau realisasinya kurang dari 50 persen.
Meskipun, sasaran realisasi penyaluran KUR tahun 2023 lebih rendah dibanding tahun 2022 yang mencapai Rp365,50 triliun, namun kinerja bank penyalur BNI, BRI dan Bank Mandiri masih mumpuni.
Dukungan dalam menggerakkan sektor riil melalui kebijakan pembiayaan KUR bagi UMKM di sektor pertanian dan produksi cukup signifikan ditunjukkan oleh BNI dan Bank Mandiri. Yang lebih substansi dibalik kesuksesan peningkatan jumlah alokasi KUR dan kinerja penyalurannya kepada siapa dan atau sudah tepatkah kelompok penerima manfaatnya?
Yang harus diantisipasi dikemudian hari, adalah terdapatnya permasalahan penyimpangan kelompok penerima manfaat atau debiturnya. Hal ini tentu akan menimbulkan permasalahan baru yang dipertanyakan publik terkait prinsip kehati-hatian perbankan (prudential banking).
Potensi penyimpangan KUR tersebut diantaranya bisa ditemukan melalui data dan fakta atas penyaluran dananya hanya menyasar pada kelompok yang memiliki status formal, berbadan hukum Perusahaan Terbatas (PT)/korporasi saja dengan membentuk perusahaan cangkang.
Jangkauan (coverage) KUR juga tidak menyasar pada kelompok-kelompok usaha masyarakat persyaratan diperdesaan disebabkan oleh kendala nilai jaminan (collateral) yang dipersyaratkan tidak ringan atau harta kekayaan (asset) dinilai lebih rendah dibanding pengajuan KUR-nya.
Syarat jamiman yang berat ini dapat mengakibatkan jumlah penerima KUR akan stagnan pada kelompok penerima yang sama secara berganda dan cenderung berpotensi menimbulkan kredit macet dikemudian hari. Untuk itulah perlu perlakuan kebijakan dan pendekatan manajerial yang khusus untuk penyaluran KUR sektor pertanian diwilayah perdesaan.
BNI merupakan anggota Himbara yang memperoleh alokasi dana KUR terkecil diantara anggota lainnya secara periodik, khususnya pada tahun 2023. Alokasi dana KUR terbesar kembali diberikan kepada BRI yaitu sejumlah Rp270 triliun yang telah disalurkan sejak bulan Maret 2023.
Sedangkan Bank Mandiri dan BNI mendapat alokasi dana KUR sejumlah Rp48 yaitu diurutan kedua porsinya. Perkembangan BRI, Bank Mandiri dan BNI yang tergabung dalam Himpunan bank-bank pemerintah (Himbara) sebagai lembaga penyalur KUR berdasar data yang dipublikasikan berkinerja baik dan positif dalam mencapai sasaran (target) persentase realisasi alokasinya. Walaupun jumlah alokasi KUR yang dikelola oleh BNI dan Bank Mandiri jauh lebih kecil dibandingkan dengan porsi yang diberikan ke BRI.
Realisasi penyaluran KUR BRI selama tahun 2022 menurut Direktur Utama BRI Sunarso hampir mencapai kuota yang ditetapkan pemerintah yang berjumlah 257,39 triliun atau dapat disalurkan sejumlah 252,38 triliun (98,05%).
Dan, sebagai lembaga penyalur alokasi KUR terbesar ditahun 2023 BRI telah menyalurkan KUR senilai Rp163,3 triliun kepada 3,5 juta debitur yang mayoritas disalurkan untuk sektor produksi dengan proporsi mencapai 57,38%.
Capaian kinerja BRI yang melampaui batas minimal 40% porsi penyaluran KUR sektor produksi ini lebih didukung oleh jangkauan dan pengalamannya lebih dari satu abad mengelola kredit UMKM. Penguasaan ceruk pasar UMKM ini, memang BRI adalah jawaranya sehingga kinerja penyalurannya KUR berjalan lancar.
Kelompok Himbara lainnya, Bank Mandiri juga mampu merealisasikan alokasi KUR-nya 100 persen dari total alokasi Rp40 triliun per 2022. Dana tersebut telah disalurkan kepada 351.000 lebih pelaku usaha sebagai kelompok sasaran.
Secara sektoral, KUR untuk sektor pertanian teralokasi sebesar 32,59 persen dari total penyaluran KUR Bank Mandiri atau senilai Rp6,87 triliun, disusul sektor jasa produksi dan industri pengolahan yang masing-masing menyumbang 20,17 persen dan 7,33 persen dari total realisasi KUR perseroan.
Menurut Corporate Secretary Bank Mandiri Rudi As Aturridha, bahwa KUR 2023 telah disalurkan kepada lebih dari 254.000 debitur dengan jumlah mayoritas disalurkan ke sektor produksi sebesar Rp16,51 triliun atau 61,67% dari total penyaluran KUR, sementara sisanya ke sektor non produksi.
Dibandingkan tahun 2017, penyaluran KUR sektor produksi hanya sebesar sebesar 43,2% dari total penyaluran sebesar Rp 37 Triliun, capaian kinerja KUR tahun 2022 mengalami perbaikan.
Penurunan persentase kembali terjadi pada tahun 2018 walau secara nominal meningkat sejumlah Rp5,4 triliun dibanding bulan Mei 2017 yang hanya Rp16 triliun atau menjadi Rp21,4 triliun pada Mei 2018.
Porsi penyaluran KUR sektor produksi terhadap total penyaluran kredit ke debitur terjadi penurunan yaitu dari 43,2% pada Mei 2017 menjadi 38,4% pada Mei 2018. Kinerja realisasi penyaluran KUR kembali membaik pada tahun 2019 yang mencapai Rp139,5 triliun atau 99,65 persen dari sasarannya (target), yaitu Rp140 triliun.
BNI, sebagai salah satu Bank BUMN (Badan Usaha Milik Negara) juga turut serta menyalurkan KUR Pertanian, dan telah mencatat penyaluran kredit sebesar Rp90,8 triliun per Oktober 2022.
Pada tahun 2023, BNI terus mendorong penyaluran KUR di sektor produksi dan sampai dengan Agustus 2023 penyaluran KUR BNI di sektor ini sebesar 46,69% dari total penyaluran KUR BNI yang didominasi sektor pertanian.
Hal ini membuktikan, bahwa BNI berkinerja dan memiliki kompetensi dalam penyaluran KUR yang telah ditugaskan pemerintah. Fakta kinerja ini sekaligus menepis pandangan Kementerian Pertanian yang meragukannya disebabkan rendahnya porsi alokasi penyaluran KUR pertanian, yaitu hanya Rp90 triliun pada tahun 2022.
Hanya saja, dibandingkan dengan jangkauan BRI yang telah berpengalaman sampai ke pelosok desa dalam penyaluran kredit usaha kecil dan mikro sebagai ceruk pasarnya (market segmentation) memang tidak tepat. BNI lebih banyak beroperasi dan berpengalaman untuk melayani masyarakat atau debitur di wilayah perkotaan dengan ceruk pasar berbeda dengan BRI.
Terkait soal keterfokusan (focusing) dan jangkauan (locusing), maka selayaknya pemerintah melakukan pembagian ceruk pasar Himbara sesuai kompetensinya. Akan lebih baik kinerja BNI diarahkan untuk melakukan pengembangan pasar perbankan internasional yang telah dibangun selama ini dibeberapa negara menghadapi persaingan global. BNI mungkin akan memiliki ruang gerak lebih leluasa dalam meningkatkan citra perbankan nasional.
Last but not least, kinerja pengelolaan yang baik dan positif ini dimasa depan harus lebih diarahkan pada upaya capaian kinerja ketepatan sasaran penerimanya. Perlu adanya perubahan kebijakan dan pendekatan baru atas ketentuan nilai jaminan (collateral) seperti yang diberlakukan perbankan yang sulit dipenuhi masyarakat kecil untuk mendapatkan haknya atas alokasi dana KUR.
Salah satu cara untuk mengatasinya, yaitu pemerintah harus membantu proses pembangunan kelembagaan masyarakat kecil (community organization building) dalam menguatkan manajemen kelompok penerima KUR dimaksud dengan melibatkan konsultan manajemen sebagai pemberi jasa bantuan teknis. *
* Defiyan Cori Ekonom Konstitusi alumnus Universitas Gadjah Mada Yogyakarta