"Ecoart Lelakut", Ekspresi Galang Kangin Ingatkan Pentingnya Ekologi

Selasa, 20 Oktober 2020 04:55 WIB

Penulis:Bambang Susilo

GIANYAR – Sebuah pameran unik digarap Komunitas Galang Kangin belum lama ini di salah satu hotel di kawasan Tegalalang, Gianyar, Bali. Bertema “Lelakut Ecoart”, pameran yang diikuti oleh sejumlah anggota komunitas itu menjadikan lelakut atau orang-orangan sawah sebagai sarana berekspresi.

Mereka yang ambil bagian dalam project tersebut yakni DR. Wayan Setem, Galung Wiratmaja, Nyoman Diwarupa, Made Gunawan, Anthok S., Made Ardika, Ketut Agus Murdika, Komang Atmi Kristiadewi, Wayan Naya Swantha, dan Dewa Gede Soma Wijaya. Seperti tema yang diketengahkan, pameran tersebut berupaya mewacanakan lingkungan, utamanya pertanian.

Ketua Galang Kangin, Galung Wiratmaja, kepada Balinesia.id, Senin (19/10/2020) menjelaskan project kreatif tersebut memang didedikasikan untuk mewacanakan kondisi lingkungan kekinian. “Pesan yang ingin disampaikan adalah bagaimana semestinya kita, orang Bali bersikap, menjaga keseimbangan, menjaga tatanan yang diwariskan secara turun-temurun,” katanya.

Pihaknya menilai, apapun alasannya, alam merupakan pemegang kekuasaan mutlak di alam semesta. Sehingga, keterjagaan ekosistem dalam artian luas, mulai dari mencari solusi atas alihfungsi lahan hingga pemberdayaan masyarakat agraris.

“Kita semua, termasuk pemegang kekuasaan bertanggungjawab atas alam, termasuk mempersulit alihfungsi lahan yang justru menjadi biang banyak distorsi terhadap lingkungan ke depannya,” tegasnya.

Sementara itu, dalam penggalan kuratorialnya, DR. Wayan Setem mengungkapkan, bahwa ‘kedahagaan’ akan kesejahteraan ekonomi dan kemakmuran material sesaat telah menjadi pemicu krisis moral dengan melunturkan kesadaran masyarakat tradisional ke dalam ruang kesadaran baru yang berbeda dan berlawanan dengan kesadaran mereka sebelumnya.

Pandangan ekosentris seperti yang telah dijalankan oleh masyarakat desa secara turun menurun telah berubah dengan pandangan antroposentris. “Tindakan serba religius tergantikan oleh tindakan profan dan dinominalkan ke dalam hitungan uang. Faktor ekonomi telah mampu mengubah sikap masyarakat sehingga memunculkan tindakan berbeda terhadap objek yang sama,” tulisnya.

Perubahan epistemologi sosial, lanjutnya, secara nyata telah mempengaruhi ideologi dan pandangan-dunia masyarakat Bali tentang objek-objek dan lingkungannya. Pemahaman mengenai alam semesta sebagai proses mekanik telah mengecilkan arti alam semesta itu sendiri. Pemahaman akan kosmos direduksi, termasuk pemahaman mengenai hidup manusia sendiri. Dampaknya, paradigma mekanistik melatarbelakangi berbagai kasus kerusakan lingkungan.