Sabtu, 13 Maret 2021 03:20 WIB
Penulis:E. Ariana

Bangli, Balinesia.id - Wacana maskot Kabupaten Bangli yang sempat menuai kontroversi pada 2019 lalu kembali mengemuka di awal masa pemerintahan Bupati Bangli, Sang Nyoman Sadana Arta.
Bunga pucuk bang atau kembang sepatu merah, yang sempat menjadi ikon Bangli kala pemerintahan Bupati, IBG Agung Ladip mengemuka dan disepakati secara bulat sebagai maskot Bangli dalam rapat yang digelar pemerintah bersama sejumlah komponen masyarakat Bangli pada Jumat (12/3/2021) sore. Hadir dalam rapat tersebut adalah Bupati Bangli, Sang Nyoman Sedana Arta beserta jajaran; Ketua Paruman Sulinggih PHDI Bangli, Ida Pedanda Gde Putra Sidemen Temuku; Panglingsir Puri Kilian Bangli, Agung Gede Bagus Ardana; Ketua PHDI Bangli, I Nyoman Sukra; Ketua MDA Bangli, Ketut Kayana; Ketua PSN Bangli, Dewa Ngakan Mangku Sidarta; Ketua DPK Peradah Indonesia Bangli, IK Eriadi Ariana; dan Ketua PC KMHDI Bangli, Ni Komang Nopi Karuniasari.
Usai kedepakatan pucuk bang sebagai maskot Bangli, maskot tersebut rencananya akan dideklarasikan pada Hari Pengerupukan, Sabtu (13/3/2021) yang akan dilanjutkan dengan penetapan dengan regulasi.
Ida Pedanda Gde Putra Sidemen Temuku mengawali penjelasannya dengan pemaparan sejarah Bangli. Kabupaten Bangli dari sisi sejarah tidak adalah kelanjutan dari satu dari Asta Nagara atau delapan kerajaan kecil pada masa Bali klasik. Namun, nama Bangli sebagai sebuah kabupaten sejatinya telah mengemuka pada abad ke-13 sebagaimana uraian Prasasti Kehen C (1204 Masehi).
"Konon Bangli awalnya adalah hutan jarak bang, sehingga pada lambang Kota Bangli, jarak bang juga disertakan," tuturnya.
Selanjutnya, pada 1991, pihaknya mengingat bahwa Bupati IBG Agung Ladip merumuskan pucuk bang sebagai maskot. Pemilihan pucuk bang juga tidak bisa dipisahkan dengan berbagai adat tradisi di Bangli, utamanya di Pura Kehen, Bangli.
"Pucuk bang memiliki filsafat yang tinggi dan ada sumber sastra yang menyebutnya. Bunga ini memiliki kedudukan yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat Bangli, utamanya dalam hal adat dan agama. Bahkan pedanda mengunakan pucuk bang tiap hari sebagai kalpika," terangnya.
Hal senada dinyatakan AA Bagus Ardana. Dalam hal ritual-ritual di Pura Kehen serta berbagai adat masyarakat, misalnya kala menggotong bade dan memanah nagabanda, pucuk bang juga sangat berperan.
"Pucuk bang melambangkan sifat satria, wira. Dulu zaman Bupati Bhatara (IBG Agung Ladip, red), sudah ada instruksi orang Bangli harus menanam pucuk bang sebagai ikonnya. Maka, tepat hari ini kita kembalikan," tegasnya.
Paparan itu dua tokoh sepuh Bangli itu pun mendapat dukungan bulat dari hadirin, termasuk perwakilan pemuda, melalui Peradah Bangli. "Melalui diskusi ini, kami sebagai pemuda sejalan dengan para panglingsir, apalagi cara yang digunakan melalui musyawarah mufakat, tidak sekadar ditetapkan. Tahun 2019, kala ada wacana gumitir jadi maskot, kami telah melakukan kajian dan pucuk bang atau tunjung bang (teratai merah, red) adalah dua rekomendasi yang keluar. Kata bang merujuk asal mula Bangli dari bangkliki atau jarak bang, sehingga sangat sejalan," kata IK Eriadi Ariana (Jero Penyarikan Duuran Batur).
Terhadap hal tersebut, Sedana Arta pun menyatakan bahwa pucuk bang sebagai maskot sejatinya telah dideklarasikan pada HUT ke-771 Kota Bangli, 10 Mei 1991. Hanya, kala itu belum ada produk hukum yang menetapkan pucuk bang sebagai maskot.
"Nanti kita akan deklarasikan besok, kemudian diikuti dengan penetapan melalui regulasi, bisa berupa peraturan bupati atau peraturan daerah," katanya.
Lebih jauh, setelah penetapan pihaknya berharap masyarakat juga bisa mendukung pucuk bang sebagai maskot, misalnya dengan mulai menanam pucuk bang di rumah-rumah, perkantoran dan instansi di Bangli, serta ditelajakan.
"Kita harap diikuti dengan dukungan masyarakat dengan menanam di perkantoran, rumah, dan telajakan," katanya. (jpd/and)