Investor
Senin, 18 November 2024 16:25 WIB
Penulis:Redaksi
Editor:Redaksi
JAKARTA – Deklarasi ILO Philadelphia menegaskan bahwa setiap individu memiliki hak untuk mencapai kesejahteraan material dan pengembangan spiritual dalam kondisi yang bebas, bermartabat, dengan jaminan ekonomi, dan peluang yang setara. Karena itu, jam kerja di berbagai negara pun bervariasi.
Saat ini, bekerja secara berlebihan telah menjadi masalah kesehatan masyarakat yang serius. Statistik menunjukkan dampak negatifnya terhadap produktivitas dan kesehatan. Penelitian dari WHO dan ILO mengidentifikasi jam kerja yang panjang sebagai salah satu faktor risiko utama yang berkontribusi pada beban penyakit akibat kerja yang paling tinggi.
Meski pembatasan jumlah jam kerja untuk melindungi kesehatan pekerja telah menjadi isu penting selama lebih dari satu abad, konsep keseimbangan kehidupan dan kerja sebagai tujuan sosial yang utama baru muncul belakangan ini.
Laporan Workmonitor Randstad menunjukkan 93,7% karyawan percaya bahwa keseimbangan kehidupan dan pekerjaan sangat penting, dengan mayoritas menyatakan mereka tidak akan menerima pekerjaan jika itu berdampak negatif pada keseimbangan kehidupan dan pekerjaan mereka.
Dilansir dari Times of India dan Indian Express, berikut negara dengan jam kerja terpanjang di dunia.
Bhutan menduduki puncak teratas dengan jumlah jam kerja terpanjang di dunia. Karyawan di Bhutan bekerja sekitar 54,4 jam per minggu. Bhutan masih memiliki ekonomi yang bergantung pada sektor pertanian dan industri kecil.
Kondisi ini menyebabkan banyak pekerja harus bekerja lebih lama demi memenuhi kebutuhan hidup. Selain itu, keterbatasan infrastruktur menjadikan pekerjaan fisik sebagai pilihan utama yang akhirnya meningkatkan jam kerja.
Situasi ini seringkali menimbulkan tekanan mental bagi para pekerja, karena mereka mengalami kelelahan fisik yang berkepanjangan dan kurangnya waktu untuk beristirahat.
Uni Emirat Arab (UEA) di mana karyawan bekerja selama 50,9 jam per minggu untuk mendorong perekonomian mereka. UEA menjadi salah satu pusat ekonomi global, sehingga jam kerja panjang sudah menjadi hal yang biasa, terutama di sektor swasta.
UEA memberlakukan aturan yang lebih fleksibel terkait cuti dan libur, jam kerja di negara ini tetap panjang demi memenuhi tuntutan industri yang berkembang pesat. Kondisi ini sering kali menimbulkan stres dan berkurangnya keseimbangan hidup para pekerja.
Kongo menghadapi tantangan sosial-ekonomi yang berat, seperti kemiskinan dan terbatasnya pilihan pekerjaan yang layak. Banyak pekerja di Kongo bergantung pada sektor pertanian dan industri pertambangan, yang mengharuskan mereka bekerja sekitar 48,6 jam per minggu.
Pekerja umumnya menerima kondisi ini demi memperoleh pendapatan yang cukup untuk kebutuhan sehari-hari. Namun, beban kerja yang tinggi seringkali meningkatkan risiko kesehatan mental akibat tekanan yang berkepanjangan.
Qatar dikenal sebagai negara dengan pendapatan per kapita yang tinggi, memiliki rata-rata jam kerja yang cukup tinggi, yaitu sekitar 48 jam per minggu. Jam kerja panjang menjadi bagian dari aturan kerja, terutama bagi para pekerja migran.
Meski Qatar menawarkan gaji yang kompetitif, jam kerja yang ketat sudah menjadi bagian dari perjanjian kerja di sana. Sayangnya, kondisi ini sering berdampak pada kesejahteraan mental para pekerja migran, terlebih karena mereka biasanya tinggal jauh dari keluarga.
Liberia rata-rata jam kerja terpanjang, karyawan bekerja selama 47,7 jam per minggu. Liberia tengah membangun kembali perekonomiannya pasca konflik dengan fokus pada sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan.
Banyak pekerja yang harus bekerja lebih lama untuk mencapai target produksi dan pendapatan terutama di pedesaan. Dalam situasi seperti ini, kelelahan dan tekanan mental sulit dihindari karena pekerja terus berusaha memenuhi kebutuhan ekonomi di tengah keterbatasan sumber daya dan dukungan sosial.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Distika Safara Setianda pada 18 Nov 2024